"Tidak elok menilai dan membandingkan kualitas keimanan seseorang dengan orang lain karena, menurut kami, itu hak prerogatif Tuhan," kata Direktur Pencapresan PKS Suhud Alynudin kepada wartawan, Selasa (11/12/2018).
Menurut Suhud, keimanan dan keislaman merupakan urusan pribadi seseorang dengan tuhannya. Ia pun mengingatkan agar Pilpres 2019 diisi isu substantif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut kami, soal keimanan dan keislaman itu urusan pribadi antara dia dengan Tuhan, bukan untuk dipertontonkan kepada publik. Kita hanya bisa melihat dan menilai seseorang dari apa yang dia lakukan dalam praktik politiknya," tuturnya.
"Sebaiknya mengajak publik untuk fokus pada isu-isu substansial kebangsaan. Kami kira publik sudah bosan dengan isu-isu gimik yang hanya memicu kegaduhan yang tidak perlu," lanjut Suhud.
Ia kemudian berbicara soal hasil Ijtimak Ulama yang merekomendasikan Prabowo sebagai capres. Menurut Suhud, ulama tentu memiliki pertimbangan tertentu memilih Prabowo.
"Jika Ijtimak Ulama mendukung Pak Prabowo untuk menjadi capres, itu pasti dengan pertimbangan bahwa Pak Prabowo dianggap oleh para ulama bisa menciptakan kemaslahatan bagi rakyat," tuturnya.
Soal tantangan itu disampaikan La Nyalla saat mengungkapkan alasannya meninggalkan Prabowo dan mendukung Jokowi. Ia berbicara soal keislaman Jokowi dan Prabowo.
"Dulu saya fight untuk dukung si Prabowo. Salahnya Prabowo itu saya tutupi semua. Saya tahu Prabowo. Kalau soal Islam lebih hebat Pak Jokowi. Pak Jokowi berani mimpin salat. Pak Prabowo berani suruh mimpin salat? Nggak berani. Ayo kita uji keislamannya Pak Prabowo. Suruh Pak Prabowo baca Al-Fatihah, Al-Ikhlas, baca bacaan salat. Kita semua jadi saksi," kata La Nyalla. (tsa/elz)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini