"Kita lihat nanti teman-teman kajian sedang mengkaji, apakah (Toni) tim kampanye, masuk tim kampanye, omongannya gimana. Kan di sentra Gakkumdu akan dikaji dan akan dikaji juga apakah itu masuk pelanggaran atau tidak," ujar anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (11/12/2018).
Pelaporan dimasukkan atas nama Apni Yulia Sari, sebagai masyarakat. Toni dilaporkan dengan dugaan melanggar Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Pasal 280 tentang Pemilu, yang berisi larangan menghina seseorang berdasarkan agama, suku, ras, calon, atau peserta pemilu lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kembali ke pernyataan Bagja, dia mengatakan, bila ucapan bukan termasuk kampanye, laporan tidak bisa ditindak oleh Bawaslu. Namun Bagja mengatakan pihaknya akan lebih dulu mengkaji apakah ucapan Toni sebagai bagian dalam kampanye.
"Kalau dia tidak sedang kampanye, itu bisa di kepolisian. Seharusnya itu dilaporkan bukan (pada) kami, polisi," ujar Bagja.
"Tapi kalau dia kampanye di media sosial kan termasuk kampanye sudah dimulai ya, ya bisa di kami. Sepanjang akunnya nanti diperiksa apakah tempatnya sesuai, kapan, di mana, dan bagaimana," sambungnya.
Baca juga: Geger 'Soeharto Guru Besar Koruptor' |
Sebelumnya, Toni menyebut Soeharto sebagai simbol KKN di Indonesia sebagai tanggapan atas pernyataan Prabowo Subianto yang menyebut korupsi di Indonesia sudah di stadium 4. Toni lalu mengungkit demonstrasi 1998 yang menggulingkan Soeharto karena dianggap sebagai simbol KKN.
"Pada ujungnya, politik itu di perbuatan, bukan di retorika, jadi track record. Seperti saya katakan tadi, '98 kita turun ke jalan menurunkan rezim Soeharto dengan tiga alasan itu, KKN: korupsi, kolusi, nepotisme, dan ini secara politik terang benderang bahwa simbol KKN itu Pak Harto," ujar Antoni pada 30 November lalu.
Simak Juga 'Timses Prabowo Tak Sepakat Soeharto Dicap Guru Korupsi':
(dwia/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini