"Jadi, memanusiakan manusia bahasa gampangnya human dignity karena kelompok yang paling mendapatkan perlakuan yang sangat tidak manusiawi adalah penyandang disabilitas mental," kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/12/2018).
"Nggak mungkin juga orang memikirkan hak pilih mereka dan cara bagaimana mereka agar bisa memilih dengan baik. Itu nggak akan kepikiran kalau kita tidak meletakkan persoalan penyandang disabilitas mental ini dalam koridor dan persektif human dignity," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Kontroversi Aplikasi Pakem Kejaksaan |
"Konteks pertama dia dibuang oleh keluarganya. Dalam tanda petik bahasa yang sangat kasarnya, dia juga dibuang oleh keluarganya yang biasanya juga kalau kasus-kasus lain keluarganya masih bisa menampung dan merasakan. Tapi kalau dalam konteks disabilitas mental, keluarganya pun tidak mau menerimanya. Terus di sisi yang lain, negara juga abai terhadap mereka. Makanya masih sering kita jumpai penyandang disabilitas mental itu di jalan-jalan," ujarnya.
"Kebijakan di undang-undang memang ada, tapi implementasi dari kebijakan itu baik dengan UU maupun praktik di lapangan belum. Ini terbukti dengan peraturan pemerintah itu sampai hari ini juga tidak diselesaikan oleh berbagai Kementerian yang bertanggungjawab. Karena memang tidak ada perhatian," sambungnya.
Selain itu, Komnas HAM juga merilis hasil temuan dari pengamatan yang dilakukan di beberapa daerah. Hasilnya, masih terdapat stigma negatif yang membuat munculnya perlakuan kasar terhadap para penyandang disabilitas.
"Komnas HAM telah melakukan konservasi selama 5 hari setiap 1 spot daerah. Konservasi dilakukan di Brebes, Cilacap, dan Yogyakarta khususnya Bantul dan Sleman. Kemudian kita datangi panti panti rehabilitasi sosial yang bentuknya macam ada yayasan, ponpes, privat atau perorangan, kemudian kita datangi mendadak, kita bawa surat tugas observasi lapangan. Kita lakukan ke 6 panti dan semua mengizinkan. Konservasi ini menggunakan Metode wawancara dan dokimentasi. Latar belakangnya kita menangkap momentum hari HAM dan hari disabilitas internasional pada tanggal 3 Desember dan 10 Desember. Kemudian stigma diskrimantif yang dialami PDM. Belum ada standar penyelenggaraan rehabilisasi sosial dan penanganan PDM sampai saat ini," ujar peneliti Komnas HAM Mochammad Felani.
"PDM dianggap berbahaya, PDM mengalami kekerasan fisik, hasil penelitian mengatakan total dari 4 perawatan khusus di Jakarta dan bogor 61.7 persen mengalami kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan seksual. PDM dianggap berbahaya kemudian cenderung melakukan kekerasan dan mengganggu orang lain dan menakutkan sehingga harus dijauhi," sambung dia. (haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini