"Itu seorang supplier ikan, nyogok tukang masak restoran dan tukang masak hotel itu ditangkap KPK-nya Singapura. Di mana coba korupsinya kalau kita pikir dengan kerangka aturan Indonesia? Seorang supplier ikan, nyogok tukang masak hotel, restoran, ditangkap oleh CPIB (Corrupt Practice Investigation Buerau)," kata Agus di Gedung Penunjang KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2018).
Agus menyebut cerita itu dia peroleh dari buku yang diunduh di situs CPIB. Dia menjelaskan, tukang masak itu ditangkap karena diperkirakan bakal menjual makanan lebih mahal ke masyarakat akibat suap tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kemudian mencontohkan yang terjadi di Indonesia. Salah satunya soal lebih senangnya dealer kendaraan jika ada pembelian kendaraan secara kredit dibanding tunai.
"Kami secara tidak sadar hari ini di Indonesia kalau beli mobil atau sepeda motor dealer-nya lebih suka Anda beli kredit dibanding Anda beli cash. Betul, nggak? Kenapa? Karena dengan Anda beli kredit penjualnya dapat dari tiga sumber. Dari sistem dealer-nya, dari pembiayaannya, dari insurance-nya. Itu kalau dihitung tiap tahun triliun itu masyarakat Indonesia mengalami itu. Tidak ada yang menyatakan itu menyalahi aturan karena belum ada peraturannya," ucap Agus.
Atas dasar itu, dia meminta ada perubahan UU atau dibuatnya perppu untuk merevisi UU Pemberantasan Tipikor. Jika UU diperbarui, Agus berharap ada pasal soal korupsi di sektor swasta dan juga dagang pengaruh yang dimasukkan di dalamnya.
Selain Agus, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berbicara soal penanganan korupsi SGD 10 di di Singapura. Dia sempat bertanya-tanya mengapa korupsi yang sangat kecil juga ditangani oleh CPIB.
"Di Singapura mereka menyebutnya korupsi 10 dolar. Ini bagus, supaya kita jadikan kok kita nggak seperti itu. Jadi, ada pembantu dari Indonesia kerja di Singapura. Dia naik subway, di sana kan nggak boleh minum. Karena dia orang baru, dia minum dan ditangkap security, lalu diserahkan ketika di stasiun subway di Singapura," ujar Syarif.
Saat tiba di stasiun subway, masih berdasarkan cerita Syarif, petugas di stasiun meminta uang SGD 50 kepada orang yang harusnya dihukum tersebut agar dibebaskan dari denda yang lebih tinggi. Namun, karena tak punya uang, dia hanya menyerahkan SGD 10 dan dibebaskan dari denda.
"Hanya punya 10 dolar dan itu pun diambil juga sama security tadi. Dia pulang, pembantunya ini pintar. Dia lapor ke majikannya, 'Uang 10 dolar saya berikan ke petugas stasiun kereta agar saya nggak didenda karena saya minum.' Majikannya telpon CPIB. Diinvestigasi. Saya tanya, ketemu orang yang menginvestigasi. Saya tanya biayanya berapa. Dia bilang ini bukan soal 10 dolarnya, tapi bagaimana kalau sistem kita seperti ini dirusak gara-gara 10 dolar. Maksudnya pantas saja Indeks Persepsi Korupsi Singapura itu selalu di atas 10 besar karena pelayanan publiknya tidak ditolelir lagi, 10 dolar sekalipun," pungkas Syarif. (haf/aan)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 