"Kami justru curiga Pak Jokowi sengaja memunculkan istilah-istilah baru untuk menghindari tuntutan publik terhadap janji-janji kampanye yang tak mampu ditepati, dan menghindari kampanye yang bersifat substantif," kata Direktur Pencapresan PKS, Suhud Alynudin, kepada wartawan, Selasa (27/11/2018).
Suhud mengatakan pernyataan kontroversial para elite politik berimbas kepada masyarakat. Ia merasa kasihan kepada publik yang selalu dijejali konten kampanye yang tidak cerdas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Politik Kompor Meleduk di Pilpres 2019 |
"Kasihan publik jika selalu dibuat gaduh dengan diksi yang tidak produktif. Saat ini masyarakat menunggu konten kampanye yang mencerdaskan dan menjawab persoalan masyarakat," tutur juru debat timses Prabowo-Sandi itu.
"Kehidupan masyarakat di lapis bawah itu tergantung perilaku elitenya. Jika para elitenya kerap memproduksi istilah-istilah yang provokatif, akan diikuti oleh para pengikut dan pendukungnya," lanjut Suhud.
Suhud pun mengingatkan Jokowi agar berbicara lebih santun. Ia berharap capres nomor urut 01 itu membuat masyarakat tenteram.
"Sebaiknya Pak Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan menggunakan diksi yang menentramkan dan menyatukan masyarakat, karena kenyataannya masyarakat di lapis bawah damai-damai saja," ucapnya.
Sebelumnya, Jokowi menilai banyak pihak yang memanfaatkan momen pilihan politik dengan membuat suasana menjadi 'panas'. Dia mengatakan seharusnya masyarakat dibiarkan menentukan pilihan politiknya masing-masing tanpa dipanas-panasi.
"Kita ini saudara sebangsa dan setanah air. Jangan lupakan itu. Ini karena banyak kompor, karena dipanas-panasi, dikompor-kompori jadi panas semuanya," kata Jokowi di hadapan masyarakat adat Komering Raya, Sumsel, di Griya Agung, Kota Palembang, Minggu (25/11).
(tsa/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini