Kasus Baiq Nuril Dianggap Buat Korban Pelecehan Takut Melapor

Kasus Baiq Nuril Dianggap Buat Korban Pelecehan Takut Melapor

Isal Mawardi - detikNews
Sabtu, 24 Nov 2018 13:25 WIB
Acara 'Koalisi Perempuan untuk Keadilan Ibu Nuril' (Foto: Isal Mawardi/detikcom)
Jakarta - Vonis 6 bulan penjara terhadap Baiq Nuril Maknun dalam kasus penyebaran rekaman percakapan cabul atasannya menuai protes. Hukuman terhadap Nuril dianggap membuat korban pelecehan lain takut melapor.

"Kasus Bu Nuril ini akan berdampak buruk kepada korban-korban pelecehan yang lain dan mungkin saja perempuan-perempuan lain yang mengalami kasus pelecehan juga. Sistem hukum kita seperti apa? Kalau kita diam saja ini akan berdampak buruk pada korban-korban pelecehan seksual ini menjadi takut untuk melapor," kata Direktur LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) Siti Mazuma dalam kegiatan bertajuk 'Koalisi Perempuan untuk Keadilan Ibu Nuril' di Bakoel Koffie Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).


Dia menilai Nuril sebagai korban kriminalisasi. Menurutnya, dugaan pelecehan atasan yang dilaporkan Nuril bukanlah kejadian pertama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bu Nuril itu korban kriminalisasi ya. Kenapa si pelaku melakukan, melecehkan? Ternyata itu bukan kasus pertama kali di internal sekolah itu. Bu Nuril punya huhungan, dia sebagai perempuan itu merasa kenapa saya tidak ada yang membela. Karena itu lagi, ketimpangan relasi, kepsek kan punya kekuasaan, jadi tidak ada yang melakukan pembelaan," ujarnya.

Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia DKI Jakarta Mieke Verawati menilai apa yang terjadi pada Nuril berdampak psikologis baik secara personal maupun bagi keluarganya. Dia juga mengatakan kasus ini berdampak bagi korban pelecehan lain yang bakal takut melapor.

"Dampak secara personal itu sudah pasti ya karena korban semakin takut, 'wah setelah Baiq Nuril nanti saya bisa dipermasalahkan nih'. Inilah pentingnya proses hukum yang seadil-adilnya. Anak Baiq Nuril juga mengalami ketakutan dan trauma, tidak berani bicara, merasa tersisih dan adanya dampak sosial. Keluaga ibu Nuril juga mendapatkan tekanan," ujar Mieke.


Selain itu, Pengacara LBH Pers Ade Wahyudin menyoroti soal UU ITE. Dia juga menyebut rekaman yang dibuat Nuril merupakan salah satu alat untuk memperjuangkan diri sebagai korban.

"Rekaman itu adalah hak dia untuk memperjuangkan dia sebagai korban. Korban punya hak untuk membela diri. Di dalam kasus ini ada di bukti elektronik, dalam fakta persidangan, buktinya itu kepingan CD yang dipermasalahkan kepingan CD. Ketika di persidangan harus bisa di akses di persidangan itu, ditampilkan dan dijamin keutuhannya dan kepingan CD itu tidak," jelasnya Ade.

Terkahir, Ketua Harian Masyrakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI, Dio Ashar Wicaksana, mengatakan hakim harusnya menilai psikis perempuan dalam kasus ini. Dia mengatakan korban pelecehan biasanya tidak langsung melaporkan karena takut disalahkan.

"Salah satu poinnya ketika korban pelecehan seksual tidak bisa langsung melapor, pada praktiknya selalu disalahkan, takut disalahkan. Ada dampak psikis. Pasti ada ketakutan, siapa tahu ada ancaman dan lain-lain. Seharusnya hakim melihat psikis perempuan," ucap Dio. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads