"Tahun 2018 saya bertemu lagi di Istana Bogor, saat itu Presiden didampingi Teten dan Pratikno. Kami sampaikan, 'Kami menyadari tak mungkin Bapak berangkat dari Solo masuk ke kota metropolitan jadi gubernur (DKI) mau berbuat yang negatif. Kami masih punya keyakinan karena prestasi Bapak naik dari wali kota jadi Gubernur DKI, Bapak pasti ingin berbuat yang terbaik pada Ibu Kota, apalagi Bapak ditakdirkan jadi presiden,'" ucap Yusuf mengenang pertemuan 7 bulan lalu tersebut.
Yusuf membeberkan hal itu dalam acara diskusi bertema 'Mengakhiri Polemik Politik Bendera' di Hotel Alia, Cikini, Jakpus, Jumat (23/11/2018). Dia menuturkan permasalahan saat Aksi 411 karena ada ketidaksinkronan komunikasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Contoh masalah yang disebutkan Yusuf adalah saat Aksi 411 pada 2016. Dia menyesalkan Jokowi yang tak menemui peserta aksi.
"Bapak (Jokowi) tinggalkan, kami ditembaki (gas air mata) pukul 18.00 WIB di saat itu perundingan sedang berjalan," kata Yusuf, mengingat peristiwa Aksi 411.
Yusuf juga mempertanyakan kepada Jokowi kenapa setelah Aksi 411 ulama yang diajak berkomunikasi bukan ulama yang terlibat dalam aksi tersebut. Menurut dia, pertemuan itu justru tidak menghasilkan solusi.
"Ormas yang Bapak undang itu semua tidak memberikan masukan yang jelas, di mana kasus Ahok Al-Maidah 51, jadi kenapa saya sampaikan, dari sini mulainya perjalanan perbedaan pendapat, kami merasa adanya ketidakadilan," kata Yusuf.
Yusuf kemudian menyarankan Jokowi agar bawahannya menjalin komunikasi dengan para ulama. Harapannya, tidak ada lagi hal-hal yang bertentangan dengan umat Islam.
"Saya yakin di level senior, di ring satunya pasti punya pemikiran kondusif, tapi di bawahnya tak terkontrol melakukan hal yang bertentangan di umat Islam. Misalnya masalah dakwah, tablig, persekusi, dan sebagainya," jelas dia. (idn/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini