"Awalnya itu dari kasus Ahok karena menista agama. Dari situlah timbul niat membuat akun untuk melawan Ahok," kata Jundi di kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018).
Jundi mengatakan alasannya 'menyerang' Jokowi karena tidak suka dengan kebijakan Pemerintah yang dia nilai sepihak. Contohnya, menurutnya, menaikan harga-harga kebutuhan seperti BBM dan listrik tanpa pemberitahuan.
"Kemudian mengapa ke Pak Jokowi? Karena saya kurang suka saja dengan kebijakannya yang menaikan semua barang-barang tanpa pemberitahuan sebelumnya, seperti BBM, listrik," ujar Jundi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komunikasi (dengan akun penyebar hoax dan ujaran kebencian) sebatas via DM saja. Tapi saya nggak pernah kenal, DM saja. Paling membicarakan tentang postingan saya saja, paling di-comment 'ini bagus'," jelas Jundi.
Jundi tak menyangka akan ditangkap polisi. Dia mengaku jarang membaca berita tentang penangkapan pelaku hoax dan hatespeech sehingga menganggap yang dilakukannya tidak melanggar hukum.
"Waktu itu saya jarang melihat berita polisi tangkap (pelaku hoax dan ujaran kebencian). Saya pikir aman-aman saja," tutur Jundi.
Jundi ditangkap pada Kamis (15/11) di Aceh. Dia ditangkap setelah setahun lamanya diintai oleh Tim Unit I Subdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim.
Polisi mengatakan Jundi membuat dan menyebarkan hoax soal Presiden Jokowi hingga Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Salah satu konten yang diunggah yaitu Jundi mengedit foto Jokowi yang sedang berpose hormat dengan menambahkan lambang palu arit dan tulisan 'JOKOWI ADALAH SEORANG KOMUNIS'.
Jundi dijerat Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dia juga disangkakan Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 157 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
(aud/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini