"Ya, memang sangat miris kita melihat kondisinya. Bayangkan saja, kakek ini lagi sakit dan harus tinggal di dalam gubuk yang sudah mau roboh itu ditemani anaknya yang juga kondisinya tidak stabil kejiwaannya. Untuk awal, kita mau rumahnya dulu kita renovasi biar layak," kata Plt Kepala Dinas Sosial, Ferdiansyah, Kamis, (22/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam waktu dekat juga, kami akan mendaftarkan Daeng Pacong ini menjadi peserta PKH Lansia. Pihak kami memang tidak pernah menerima laporan adanya keluarga seperti ini. Padahal harusnya, kalau ada kondisi begini, pihak pemerintah desa bisa melaporkan ke kami untuk ditindaklanjuti," paparnya.
"Hari ini kita baru kasih perlengkapan rumah, seperti selimut, karpet, sembako, dan perlengkapan makan dulu. Kita berharap semua bisa cepat teratasi, karena memang kondisinya sungguh sangat miris sekali," tambahnya.
Daeng Kacong bersama anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan sudah hampir 20 tahun tinggal di sebuah gubuk yang hanya berukuran sekitar 3x4 meter. Mereka memang telah mendapatkan bantuan pemerintah mulai dari Kartu Sehat hingga bantuan Raskin.
Hanya, bantuan itu tidak mereka pergunakan dengan maksimal karena minimnya pengetahuan dan tidak adanya pendampingan dari pemerintah. Bahkan dalam kondisi sakit seperti sekarang, Daeng pacong hanya bisa meringkuk di gubuknya tanpa ada perawatan medis.
"Hampir setiap bulan kami ke sini, berkomunikasi dengan Daeng Manga', bagaimana kondisinya. Kami berharap apa yang disampaikan Kadis Sosial bisa cepat terealisasi. Kami di sini juga akan berswadaya untuk membantu merenovasi rumah ini. Mereka dapat KIS dan Raskin," kata Kepala Desa Mattirotasi, Syarifuddin.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Manga', yang kadang waras, pergi mencari ikan di sungai dan membantu warga lainnya. Dari situ, Manga' diberi beras dan bahan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, warga yang iba biasa membawa langsung makanan kepada mereka. Jika tidak, Daeng Kacong dan anaknya memasak menggunakan tungku yang mereka simpan di depan rumahnya.
Daeng Kacong, yang sudah tidak bisa mendengar dan melihat dengan baik, dulu bekerja sebagai buruh tani, sementara istrinya meninggal 30 tahun silam. Sebelum mengalami gangguan jiwa, putra semata wayangnya sempat berkeluarga dan memiliki tiga orang anak. Setelah ditinggal oleh istri dan anaknya, Manga' mulai stres berat dan bertingkah aneh. Karena ketiadaan biaya, ia pun tidak pernah dibawa untuk berobat. (asp/asp)