Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Iwan Agung Firstantara mengaku saat ini PLTA Cirata menghadapi tantangan baru berupa penurunan kualitas air yang telah mencapai level tiga. Padahal, kata dia, ketika baru pertama kali dibangun kualitas air di Cirata mencapai level satu sehingga kerap digunakan masyarakat untuk minum.
"Orang itu (dulu) kalau mau minum tinggal ambil air waduk dan tinggal dipanaskan. Tapi sekarang kita lihat sendiri, ini levelnya sudah turun pada level tiga," kata Iwan ketika ditemui disela kegiatan peringatan 30 tahun Waduk Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (21/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemui di tempat yang sama, Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) Wawan Darmawan mengatakan jika dibiarkan terus berada di level tiga, maka kemungkinan akan terus menurun ke level empat dan seterusnya sebagaimana yang terjadi di Waduk Saguling.
"Kalau temen-temen liat di Saguling itu begitu kotornya. Terus kalau kita lihat di sekitar KJA (Waduk Cirata) itu kotor sekali. Itu sudah jauh di bawah level empat. Bagi pertanian juga sudah tidak baik," tutur Wawan.
Wawan mengatakan salah satu penyebab menurunnya kualitas air ialah banyaknya Keramba Jaring Apung (KJA). Sisa pakan ikan yang dihasilkan dari keberadaan KJA, kata dia, mengandung racun yang merusak ekosistem lingkungan. Adapun saat ini KJA yang tersebar di Waduk Cirata berjumlah 9.937 petak dan menghasilkan sisa pakan 420 ton/hari.
"Dampaknya KJA itu adalah adanya sisa pakan yang menghasilkan frostat dan nitrogen yang mengandung racun bagi waduk. Sisa pakan ini menghasilkan 420 ton/hari," jelas Iwan.
Sementara itu, Dansektor 12 Citarum Harum Kolonel Satriyo Medi Sampurno mengaku terus berupaya berkordinasi dengan para pemangku kewenangan di tiga kabupaten untuk melakukan penertiban KJA.
"Terus berkordinasi dengan pemangku kewenangan supaya pemangku kewenangan wilayah ini ke depan lebih bagus lagi penertibannya," ucap Satriyo.
30 Tahun Waduk Cirata
Waduk Cirata memiliki luas area hingga 7.111 hektar dan luas genangan 6.200 hektar tersebut dibangun pada rentang waktu 1984-1988.
Pembangunan Waduk Cirata meliputi tiga proses di antaranya excavation (ledakan pertama dan peletakan batu), embankment (penumpukan batu), hingga impounding (pengisian air). Ketika itu, proses peletakan dan penumpukan batu diresmikan langsung oleh Presiden Soeharto.
"Selama tiga puluh tahun mengelola waduk ini banyak tantangannya. Ini adalah tantangan tersendiri. Tapi apa yang sudah dibangun oleh para pendahulu akan kita rawat dengan sebaik-baiknya," kata Iwan.
Iwan menyebut saat ini pengoperasian yang dilakukan bertahap semakin membaik. Hal tersebut, sambung dia, dibuktikan dengan diperolehnya penghargaan sebagai PLTA terbaik dari PLN.
"PLTA yang kita operasikan semakin lama semakin bagus. Ini kebanggaan kita. Sampai mendapat predikat PLTA terbaik dari PLN," ucap Iwan.
Senada dengan pendapat tersebut, Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) Wawan Darmawan mengatakan kemajuan yang terasa terutama tampak pada teknologi yang digunakan untuk melakukan pengawasan.
Jika sebelumnya pengawasan dilakukan dengan cara manual, maka saat ini pengawasan dilakukan dengan teknologi kekinian yaitu online.
"Jadi, teknologi sekarang sudah berkembang. Dulu kita melakukan monitoring secara manual, sekarang kita melakukan dengan online. Kita saat ini sudah menyimpan peralatan dengan teknologi tinggi," kata Wawan. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini