"Terkait pernyataan ayahanda Amien Rais yang akan menjewer Ketua Umum PP Muhammadiyah ayahanda Dr Haedar Nashir apabila membebaskan warga Muhammadiyah untuk memilih siapa saja dalam pilpres pada 17 April 2019 nanti, DPP IMM menilai pernyataan yang dikeluarkan oleh Pak Amien bertentangan dengan semangat khittah yang sudah pernah digagas dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Makassar yang menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak terikat dengan partai politik apapun, dan menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik," kata Ketua IPM Najih Prastiyo dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (21/11/2018).
Semangat khittah Muktamar Muhammadiyah 1971, kata Prastiyo, ditetapkan lagi pada tanwir Muhammadiyah pada tahun 2002 di Denpasar Bali. Di tanwir itu ditegaskan prinsip Muhammadiyah berbeda dengan partai politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sepemahaman IMM, kata Prastiyo, di dalam khittah Muhammadiyah tidak ada anjuran Muhammadiyah harus melakukan penyeragaman pilihan politik dalam perhelatan pilpres. Sebab, dia melanjutkan, jika sampai fatwa dikeluarkan, dikhawatirkan Muhammadiyah akan terseret ke dalam pusaran politik praktis yang kontraproduktif bagi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.
"Bila dukung-mendukung dilakukan lalu apa bedanya Muhammadiyah dengan tim sukses ataupun parpol pendukung calon presiden? Sekali lagi Muhammadiyah adalah rumah bersama bagi seluruh elemen bangsa itu. Oleh Karena itu, DPP IMM mendukung sikap ayahanda Ketua Umum PP Muhammadiyah yang menjaga netralitas Muhammadiyah dan tetap berada di tengah sebagai ummatan wasathon (tengahan), yaitu dengan tidak memberi dukungan kepada salah satu capres," ujarnya.
"Siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden, kami yakin Muhammadiyah tetap akan menjadi mitra kritis pemerintah," pungkas Prastiyo. (tor/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini