"Adopsi hukum agama (syariah) baik pada tingkat UU maupun perda sesungguhnya merupakan pencerminan negara hukum Pancasila yang dijiwai semangat Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Arwani dalam keterangan tertulis, Jumat (16/11/2018).
Ia menambahkan, sepanjang UU dan perda dibentuk berdasarkan prosedur legislasi yang benar dan sesuai aturan, harus diterima sebagai bagian hukum nasional atau daerah. Bahkan menurutnya, saat ini sudah banyak UU atau perda bermotif agama yang dinikmati masyarakat Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Arwani, pernyataan Ketum PSI mencerminkan ketidaktahuan sejarah dan hukum di Indonesia. Sebab, kata dia, para pendiri bangsa sudah sepakat bahwa aturan di bawah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bisa mengatur atau mengadopsi hukum keagamaan.
"Sikap PSI ini menunjukkan ketidaktahuan terhadap sistem hukum nasional. Dalam titik ini, sikap politik PSI justru lebih ekstrem dibanding kebijakan politik hukum era kolonial yang dalam dinamikanya mengakui eksistensi hukum Islam di Indonesia," tambahnya.
"PSI ahistoris dalam melihat sejarah berdirinya NKRI melalui rapat BPUPKI, PPKI, serta dinamika politik saat kemerdekaan," tambahnya.
Menurut Arwani, PPP selama ini menjadi partai yang memperjuangkan syariah secara konstitusional. Selain UU Perkawinan, PPP mendukung lahirnya UU No 7/1974 tentang Penertiban Perjudian, UU 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU 44/2008 tentang Pornografi, dan lainnya. (ega/mul)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini