Jakarta - Kisah
duit raja Rp 23 triliun sempat membuat heboh. Dibesar-besarkan oleh
Ratna Sarumpaet, sekarang terbukti kisah duit itu hanya tipuan belaka.
Kehebohan soal kasus penipuan itu diawali dengan jumpa pers yang digelar Ratna di Gedung DPR, Senayan, Senin (17/9/2018). Saat itu Ratna menuding pemerintah memblokir dana
Rp 23,9 triliun yang ada di rekening seseorang bernama Ruben PS Marey.
Cerita yang diumbar Ratna didapatnya dari Ruben, yang mengadu ke Ratna Sarumpaet Crisis Centre. Cerita itu seolah ditelan bulat-bulat, diperjuangkan Ratna bak sebuah fakta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak pihak diseret Ratna dalam tudingan-tudingannya soal pemblokiran uang itu. World Bank disebut memberi notifikasi soal transfer duit Rp 23,9 triliun itu ke Ruben, sebuah bank pelat merah disebut menjadi tujuan transfer itu, lalu Kemenkeu dituduh memblokir duit itu.
Ratna juga membawa-bawa bank sentral AS The Fed, yang disebutnya jadi tempatnya melaporkan pemblokiran duit. Sementara bukti-bukti soal keberadaan duit itu disebutnya ada di Komisi XI DPR.
Namun kini semua tahu ending ceritanya. Ratna hanya tertipu, yang diperjuangkannya fiksi belaka. Ironisnya, Ratna tertipu trik klasik yang umum disebut sebagai Nigerian Scam. Ibarat jatuh lalu tertimpa tangga, Ratna yang sudah menjadi tersangka kasus hoax penganiayaan ternyata juga tertipu, bahkan kehilangan duit Rp 50 juta.
Berikut rangkuman cerita hingga akhirnya Ratna terbukti tertipu:
1. Tuding Jokowi/Menkeu Blokir Dana Ruben, Dibantah KemenkeuRatna menuding pemerintahlah yang memblokir dana Ruben. Ratna bahkan menuding Jokowi.
"Kasusnya sendiri adalah bahwa ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kekuasaan, dalam hal ini dugaan pelanggaran yang dilakukan kekuasaan, dalam hal ini bisa Pak Jokowi sebagai kepala pemerintahan dan dilakukan oleh Menteri Keuangan," kata Ratna saat jumpa pers di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Kemenkeu membantah tudingan Ratna. Urusan rekening pribadi tidak masuk dalam lingkup pekerjaan Kemenkeu.
"Kementerian Keuangan hanya mengatur kebijakan pengaturan rekening milik kementerian/lembaga negara, mulai pemberian izin pembukaan rekening sampai menutup atau memblokir rekening K/L," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti saat dimintai konfirmasi detikcom, Senin (17/9/2018) malam.
2. Melibatkan World Bank tapi Tanpa Bukti
Ruben, pihak yang mengadu kepada Ratna juga berbicara dalam jumpa pers. Ruben menjelaskan persoalan tersebut bermula saat dia menerima gelontoran dana para donatur untuk membangun Papua. Dana dengan total Rp 23,9 triliun itu tersimpan sejak 2016 di rekening pribadinya. Namun dana itu disebutnya raib tiba-tiba.
"Kami mendapatkan print out rekening kami dan faktanya kosong, tetapi laporannya World Bank itu sudah masuk ke rekening kami. Ini kami melihat kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Kami pun semalam menghubungi auditor dari World Bank dan mengatakan transferan kami kepada saudara dari Bank Indonesia itu sudah clear," ujar Ruben.
World Bank disebut sebagai tempat pelaporan transaksi internasional. World Bank disebut sudah memberi informasi ke Ruben soal terjadinya transaksi itu.
Kemenkeu mengecek klaim Ruben ke World Bank. Hasilnya, klaim itu tidak sesuai fungsi dan peran World Bank.
"Kami juga sudah bertanya kepada pihak World Bank, mereka tidak berhubungan dengan rekening perseorangan/pribadi. Jadi yang dinyatakan oleh Ratna Sarumpaet adalah tidak benar," kata Nufransa.
World Bank pun memberi jawaban tertulis. Pihak World Bank menegaskan tidak berurusan dengan rekening perseorangan.
"Bank Dunia bukan merupakan bank dalam arti yang biasa. Sistem keseluruhan dari Bank Dunia didesain dan dilaksanakan untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan serta mendukung pembangunan negara-negara berkembang di dunia, bukan dengan pihak perorangan," demikian bunyi penggalan keterangan tertulis dari World Bank.
3. Klaim Bicara dengan Direktur World Bank yang Tak Sesuai Fakta
Ratna merespons bantahan Kemenkeu dengan mengklaim memiliki bukti. Sayangnya, Ratna tidak pernah mau menunjukkan bukti tersebut kepada pers, termasuk saat dimintai konfirmasi detikcom.
"Ada juga bukti dari saya bahwa itu sudah ditransfer ke Ruben. BNI sudah melaporkan ke Bank Dunia. Ini ada surat dari Bank Dunia. Jadi jangan bicara-bicara World Bank. Saya juga sudah bicara dengan Direktur World Bank yang gantikan Ibu Sri Mulyani," ujar Ratna saat dihubungi, Kamis (20/9/2018).
"Saya cuma cek. 'Benar (Kemenkeu sudah kontak)?'. 'Nggak, nggak ada telepon'. Orang Indonesia juga kan (Direktur Bank Dunia) yang menggantikan (Sri Mulyani)," sambungnya.
Klaim ini meragukan. Sebab, faktanya, Direktur Bank Dunia pengganti Sri Mulyani adalah warga negara Amerika Serikat. Pada saat Sri Mulyani memutuskan kembali ke Tanah Air, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengirimkan surat kepada seluruh pegawai Bank Dunia. Salah satunya adalah menunjuk pengganti Sri di instansi tersebut.
"Saya telah meminta Kyle Peters, Senior Vice President Operations kami, untuk menjalankan tanggung jawab Sri Mulyani dengan segera. Kyle telah bekerja dekat dengan Sri Mulyani selama 3,5 tahun, dan saya memiliki kepercayaan tinggi terhadap kemampuannya. Kami akan segera melakukan pencarian sosok pengganti Sri Mulyani dari seluruh dunia. Kami berharap mendapatkan kandidat yang kalibernya sama," tulis Kim dalam suratnya seperti diterima detikcom, Rabu (27/7/2016).
Saat diminta tanggapan soal data yang tidak tepat dan bantahan World Bank, Ratna justru minta pemerintah tidak usah berkilah. "Aku nggak ikut masuk ke situ ya. Bukan saya yang menghubungi, tapi tim saya. Dan Pemerintah nggak usah ngeles dengan diperlebar ke situ," ujarnya.
4. Klaim Bukti Ada di DPR
Ratna Sarumpaet tidak bisa menunjukkan bukti saat diminta. Dia malah mengarahkan media agar meminta bukti tersebut ke DPR.
"Kalau mau cari buktinya, semua buktinya sudah di Komisi XI DPR. Kami sudah meminta untuk dipanggil itu menteri," kata Ratna dalam wawancara via telepon dengan detikcom, Jumat (21/9/2018).
Faktanya, Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng mengatakan tidak tahu ada permintaan pertemuan ataupun surat berisi dokumen dari Ratna.
"Saya belum dengar ada surat audiensi sampai saat ini," kata Mekeng kepada detikcom, Sabtu (22/9/2018).
Senada dengan Mekeng, dua anggota Komisi XI juga tidak tahu-menahu soal bukti yang disebut Ratna. Jika memang ada dokumen bukti, pasti ada tindak lanjut.
"Saya tidak tahu dokumen pendukungnya apa sih yang ada di Bu Ratna itu. Kalau dokumen pendukung itu ada dan kuat, lo pasti pejabat-pejabat kita yang mengurusnya. Masak nggak diurus," ujar anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate kepada detikcom, Senin (24/9/2018).
5. Seret-seret The Fed
Ratna mengaku sudah melaporkan soal tudingannya itu ke sejumlah lembaga internasional, termasuk The Fed, bank sentral Amerika Serikat. Ratna mengatakan The Fed menanggapi laporannya itu dengan surat, tapi saat diminta menunjukkan surat tersebut, dia menyatakan surat itu belum sampai ke dirinya.
"Ya semua, The Fed. Ya, ya. Dan mereka akan kirim surat ke saya. Tapi aku nggak mau membicarakan sesuatu yang belum ada di tangan saya," kata Ratna dalam wawancara via telepon dengan detikcom, Jumat (21/9/2018).
Klaim Ratna tidak sesuai dengan tugas dan fungsi The Fed. Mengutip laman resmi federalreserve.gov, The Fed adalah bank sentral yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Jika di RI, sama dengan Bank Indonesia.
Sebagai Bank Sentral, The Fed memiliki fungsi-fungsi ekonomi dan yang mengedepankan kepentingan publik. The Fed juga mengeluarkan dan menjalankan berbagai kebijakan moneter untuk Amerika Serikat.
6. Klaim Dana dari Keturunan Raja-raja, Tapi Tak Bisa Sebut nama
Ratna mengatakan duit Rp 23,9 triliun yang disebutnya ditransfer ke rekening Ruben berasal dari keturunan raja-raja. Duit itu disimpan di sebuah bank di Swiss. Namun dia tidak mau mengungkap siapa saja keturunan raja-raja itu.
"Nggak bisa. Mereka nggak mau namanya dikeluarkan. Yang saya keluarkan hanya satu nama (Ruben)," kata Ratna dalam wawancara via telepon dengan detikcom, Jumat (21/9/2018).
7. Diduga Nigerian Scam
Klaim duit Rp 23,9 triliun milik Ruben yang dibela Ratna diduga sekadar penipuan. Dugaan itu disampaikan anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari. Ratna disinyalir tak sadar bahwa isu duit raja Nusantara Rp 23,9 triliun yang dia urusi itu hanyalah omong kosong belaka.
"Modus penipuan begini kan sudah uzur, sejak lama," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari, kepada detikcom, Sabtu (22/9/2018).
Ratna meyakini bahwa duit itu benar-benar berasal dari para raja Nusantara yang menyimpan kekayaannya di Bank UBS Swiss. Duit itu kemudian ditransfer ke tiga bank dalam negeri, salah satunya ke rekening bank milik pria bernama Ruben PS Marey di Papua. Namun duit itu raib karena diblokir pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal Bank Dunia (World Bank) mengetahui transaksi dari Swiss ke Indonesia. Begitulah cerita yang diyakini Ratna.
Mendengar cerita soal janji duit dari raja-raja Nusantara untuk masyarakat semacam yang diceritakan Ratna, Eva jadi teringat modus penipuan lama. Cerita itu mirip-mirip dengan penipuan tentang harta raja-raja, pemimpin zaman dulu, hingga presiden masa silam. Harta pemimpin terdahulu itu dipercaya disimpan di bank Swiss dan bisa dicairkan. Itu adalah teknik penipuan kuno.
"Mulai dari duit Wali Amanat Bung Karno, lalu modus Nigerian Scam," tutur Eva soal variasi penipuan yang sering dia dengar.
Ada juga kasus di Yogyakarta yang mirip dengan klaim Ruben dan Ratna. Kasus bermula saat M Khoirul bertemu dengan R Kusumo pada 2013. Kepada Kusumo, Khorul mengaku memiliki uang Rp 15 triliun dari Bank Dunia, dan kini disimpan di Bank Indonesia.
Nah, untuk mencairkannya, Khoirul membutuhkan biaya administrasi. Sebagai imbalannya, Khoirul akan memberikan Rp 250 miliar kepada Kusumo. Untuk meyakinkan Kusumo, Khoirul menunjukkan surat-surat dari Bank Indonesia dan Bank Dunia, yang belakangan ternyata bohong belaka.
Karena tergiur tawaran itu, Kusumo mentransfer uang Rp 1,08 miliar kepada Khoirul secara bertahap pada Mei 2013. Namun ditunggu berhari-hari, uang Rp 15 triliun itu tidak jelas rimbanya. Mimpi mendapat Rp 250 miliar juga tak pernah menjadi kenyataan.
Alhasil, Kusumo melaporkan apa yang dialaminya ke polisi dan Khoirul ditangkap.
Namun, Ratna tetap yakin kasus yang ditanganinya bukanlah penipuan. "Kalau ini memang penipuan, tinggal saya saja yang digugat pencemaran nama baik. Halah, susah amat sih. Ya, kan? Suruh Luhut (Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan) gugat gue, dong. Jangan berkoar-koar saja dia," ujar Ratna.
8. Polisi Tangkap Penipu Ratna Sarumpaet
Tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap empat pelaku penipuan terkait uang raja-raja Indonesia yang tersimpan di bank di Singapura dan World Bank (WB) senilai Rp 23 triliun. Selain Ratna Sarumpaet yang tertipu Rp 50 juta, ada seorang lain berinisial TNA yang tertipu hingga Rp 940 juta.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan kasus penipuan itu terungkap setelah Ratna menyebut kedua pelaku berinisial DS (55) dan RM (52) saat pemeriksaan kasus hoax penganiayaan. Kepada polisi, Ratna menyampaikan pernah bertemu dengan DS dan menceritakan penganiayaan yang dialaminya.
"Kenapa Ibu RS nyebut nama DS karena yang bersangkutan atau Ibu RS ketemu di Kemayoran di hotel. Dia berhadapan langsung dengan DS. Dia menyampaikan bahwa yang bersangkutan dianiaya oleh seseorang, mengalami penganiayaan," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/11/2018).
Saat bertemu dengan Ratna, DS juga sempat menyampaikan soal adanya uang raja-raja yang tersimpan di luar negeri. Menurut Argo, Ratna mempercayai hal tersebut.
"Dan selain dia diberi tahu Ibu RS (soal penganiayaan), dia juga membicarakan adanya uang Rp 23 T. Uang itu adalah uangnya raja-raja Indonesia. Tersangka DS ini menceritakan kelanjutan uang raja-raja yang kalau dikumpulkan ada Rp 23 T di sana," ujarnya.
Polisi kemudian menyelidiki identitas kedua orang tersebut. Setelah diselidiki, para pelaku juga sempat menipu korban lain berinisial TNA. TNA tertipu nyaris Rp 1 miliar.
Polisi akhirnya menangkap empat pelaku yang terlibat dalam kasus penipuan tersebut, yakni HR (39), DS (55), AS (58), dan RM (52). Seorang pelaku lain berinisial TT masih dalam pengejaran.
Dalam kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa lembaran foto bukti pemindahbukuan antar-rekening, satu buah tanda kewenangan Interpol Special Notice, satu buah tanda kewenangan Badan Intelijen Negara, satu buah tanda kewenangan Istana Kepresidenan, KTP palsu, laptop, satu bundel keputusan presidium Wantimpres 2011, dan sejumlah barang bukti lainnya. Para tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP dan/atau 372 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini