"Justru kalau dengan pendekatan bahwa SARA itu adalah positif, menegaskan tentang kebhinnekatunggalan kita, tentang kita adalah manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa. Dengan cara itu berpolitik sesungguhnya bisa menjadi santun," kata Hidayat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (12/11/2018).
Hidayat mencontohkan capres petahana Joko Widodo yang memilih Ma'ruf Amin sebagai cawapres. Meski ada unsur agama dalam pemilihan itu, menurut dia, hal itu tak bisa dikategorikan sebagai politik SARA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana politik SARA yang dimaksud Hidayat? Hidayat kemudian mencontohkan orang non-Islam yang menyebut-nyebut surat Al-Maidah. "Tapi SARA memang ketika kemudian orang non muslim kemudian cerita, jangan mau dibohongi pakai Al-Maidah. Itu namanya SARA," tutur Hidayat.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut ada perubahan politik Indonesia sejak Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Perubahan itu ditandai dengan mengemukanya politik identitas dan SARA.
"Politik Indonesia tanpa kita sadari sejak tahun 2017 telah berubah, sejak berlangsungnya Pilkada Jakarta 2017 lalu. Saya berani mengatakan bahwa politik kita telah berubah. Apa yang berubah? Yang berubah adalah makin mengemukanya politik identitas atau politik SARA dan politik yang sangat dipengaruhi oleh ideologi dan paham," kata SBY dalam acara pembekalan caleg Demokrat di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Sabtu (10/11).
Simak Juga 'HNW Minta Jokowi Jadi Figur Politik Tanpa Kebohongan':
(aan/tor)