"Bahwa terdakwa Pak Irvanto itu dituntut oleh penuntut umum 12 tahun penjara. Saya kira bukan hanya berat tetapi sudah super berat," ujar Soesilo usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2018).
Menurut dia, Irvanto hanya sebagai perantara penerima uang dari proyek e-KTP. Sebab, lanjut Soesilo, terdakwa proyek e-KTP bukan hanya Irvanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Soesilo, pengacara Made Oka Masagung, Bambang Hartono menilai tuntutan tersebut sangat tidak adil bagi kliennya. Apalagi, menurutnya, uang yang diterima Made Oka sejumlah USD 2 juta sudah dikembalikan kepada KPK.
"Menurut saya tuntutan untuk Made Oka tidak adil, karena uang 2 juta dolar AS itu sudah dikembalikan dan itu belum jalan di proses pemeriksaan, kalau toh ada dugaan rekayasa menurut saya tuntutan 12 tahun itu tidak adil," kata Bambang.
Irvanto dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa KPK meyakini Irvanto terlibat dalam pusaran korupsi pada proyek e-KTP. Selain Irvanto, Made Oka dituntut serupa. Jaksa menyebut Irvanto dan Made Oka melakukan perbuatan itu secara bersama-sama.
Keduanya berperan sebagai perantara penerima uang suap untuk Novanto. Selain Novanto, keduanya menguntungkan atau memperkaya orang lain dan korporasi.
Irvanto dan Made Oka diyakini melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Simak Juga 'Jaksa Beberkan Aliran Uang Haram E-KTP Setnov Via Ponakan':
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini