Pratikno membantah kebijakan tersebut semata-mata politis. Menurutnya, kebijakan tersebut diambil tak lain agar masyarakat Madura tak terisolir dan perekonomiannya bergerak.
"Saya menegaskan ulang ya apa yang disampaikan oleh Pak Presiden. Faktanya itu adalah ketimpangan Madura dengan Jawa Timur yang lain sangat tinggi," kata Pratikno kepada wartawan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (1/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misal saja, ilustrasinya kemiskinan di Kota Surabaya itu sekitar 4% plus. Terus kemiskinan Sidoarjo itu lupa saya angkanya, di bawah 6%. Jadi semuanya kemiskinan di kawasan Surabaya dan sekitarnya itu di bawah 6%," lanjut mantan Rektor UGM Yogyakarta ini.
Sementara masyarakat Pulau Madura tingkat kemiskinannya sangat tinggi, dan rata-rata persentasenya lebih dari 20%. Oleh karenanya, pemerintah pusat mencoba mencari jalan keluar untuk mengentaskan angka kemiskinan di Madura.
"Nah itulah yang direspon, dicari tahu apa yang sebabnya. Ya banyak faktor, tapi salah satu faktornya adalah kemahalan logistik yang memang sangat signifikan. Sampai (hasil) kebun tebu di Madura saja tidak kompetitif untuk dibawa ke pabrik gula di Sidoarjo," tuturnya.
Untuk merespon mahalnya distribusi logistik, sebenarnya pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR sudah menurunkan tarif Tol Jembatan Suramadu sebesar 50 persen tahun 2016 silam. Namun upaya tersebut ternyata belum juga efektif.
"Jadi enggak ada sesuatu (atas keputusan pemerintah pusat menggratiskan Tol Jembatan Suramadu). Masak untuk masyarakat Madura yang begitu tertinggal kita enggak mendukung, ya aneh lah," pungkas Pratikno. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini