Hal itu tertuang dalam surat dakwaan Johanes B Kotjo, yang disebut menyuap Eni. Dalam perkembangannya, posisi Novanto kosong karena ditahan KPK sehingga diisi pelaksana tugas, yaitu Idrus Marham. Eni pun disebut masih rajin melaporkan perkembangan proyek itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kata 'lapor' kalau konotasi aktivis, lapor itu menyampaikan. Padahal waktu sebagai sekjen (Partai Golkar), saya nggak pernah tugaskan dan berikan perintah (kepada) Eni untuk urusi usaha apa pun. Jadi nggak ada kewajiban Eni untuk lapor ke saya," jawab Idrus.
Jaksa kemudian mengalihkan pertanyaan soal peran Eni dalam pusaran perkara itu. Idrus mengaku tahu Eni dan Kotjo punya kerja sama, tetapi tidak tahu detailnya.
"Saya nggak pernah tahu apa peranan Bu Eni dan Pak Kotjo. Setelah saya tersangka, saya baca-baca media itu ternyata pertemuan sudah diketahui. Saya pikir, 'Oh berarti ketika ketemu Pak Kotjo dan dia bilang proyek sudah di ujung', saya baru ingat maksudnya ini," ucap Idrus.
Selain itu, Idrus membantah pernah membantu Eni mendorong Kotjo untuk segera mencairkan uang. Idrus berkeras bila urusannya dengan Kotjo hanya urusan masjid.
"Saya hanya berkepentingan amal masjid dengan Pak Kotjo," ucap Idrus.
Dalam perkara ini, Kotjo didakwa menyuap Eni dan Idrus sebesar Rp 4,7 miliar. Duit itu dimaksudkan agar perusahaan Kotjo, Blackgold Natural Resources Limited, bisa menggarap proyek PLTU Riau-1.
Saksikan juga video 'Balada Idrus Marham, Mensos Seumur Jagung yang Tersangkut Korupsi':
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini