Gempa Lombok telah menelan korban meninggal 564 jiwa. Di Sulawesi Tengah (Sulteng), daerah yang terkena dampak paling parah adalah Palu, Donggala, dan Sigi. Gempa dengan likuifasi beserta tsunami meluluhlantakkan semua yang ada di tiga daerah tersebut. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) --data pe 5 Oktober-- korban meninggal sudah mencapai 1424 jiwa. Data di atas masih bisa bertambah. Apa efeknya ke Pemilu 2019?
Tahapan Pemilu 2019 yang beririsan dengan bencana yang datang silih berganti berdampak pada berbagai sisi di daerah yang terkena bencana. Mulai dari infrastruktur hingga psikis warga. Apakah warga siap menyongsong Pemilu 2019? Bagaimana tingkat partisipasi? Kemudian, bagaimana peserta pemilu mulai dari caleg DPR RI Dapil Sulteng dan DPRD tingkat I dan II Dapil Palu dan Donggala menyikapinya? Bagaimana pula KPU menyikapi jika ada caleg yang menjadi korban meninggal?
Tahapan Pemilu 2019 yang beririsan dengan bencana yang datang silih berganti berdampak pada berbagai sisi di daerah yang terkena bencana. Mulai dari infrastruktur hingga psikis warga. Apakah warga siap menyongsong Pemilu 2019? Bagaimana tingkat partisipasi? Kemudian, bagaimana peserta pemilu mulai dari caleg DPR RI Dapil Sulteng dan DPRD tingkat I dan II Dapil Palu dan Donggala menyikapinya? Bagaimana pula KPU menyikapi jika ada caleg yang menjadi korban meninggal?
Tempat Pemungutan Suara
Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan Kota Palu hilang. Sebagian penduduk juga ikut hilang. Daerah tersebut tenggelam oleh lumpur setinggi lima meter. Pengurangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara otomatis disebabkan penyusutan penduduk. Bisa juga pengurangan TPS di daerah tersebut disebabkan daerah yang hilang. Bisa juga kedua-keduanya. Itu contoh daerah yang di Pemilu 2019 berkurang TPS-nya.
Kota Palu ada 1050 TPS. Sedang di tingkat provinsi, dari hasil rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) hasil perbaikan Pemilu 2019 yang disahkan dalam rapat pleno KPU, TPS di Sulteng berjumlah 9.169. Ada kelurahan terkena tenggelam seperti di Petobo. Dusun di Sigi juga ada yang tenggelam. Daerah-daerah tersebut bisa dilakukan regrouping TPS. Tugas KPU Palu di hari setelah tanggap bencana perlu mengidentifikasi hal tersebut.
Kembali ke UU No. 7 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Pasal 350 ayat 1, "Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 (lima ratus) orang." Setelah menimbang efisiensi maka jumlah DPT setiap TPS disusutkan menjadi 300 orang dengan tetap tidak menabrak UU tersebut. Hal ini terdapat dalam PKPU No. 11 Tahun 2018 Pasal 9 ayat 3: Penyusunan Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membagi Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 300 (tiga ratus) orang, dengan memperhatikan: a. Tidak menggabungkan kelurahan/desa atau sebutan lain; b. Kemudahan Pemilih ke TPS; c. Tidak memisahkan Pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda; d. Hal-hal berkenaan dengan aspek geografis; dan e. Jarak dan waktu tempuh menuju TPS dengan memperhatikan tenggang waktu pemungutan suara.
Memperhatikan PKPU No.11 di atas dengan pertimbangan setiap pemilih mencoblos lima surat suara tentu akan selesai sampai jam 12 siang dengan dimulai jam 7 pagi. Asumsi setiap pemilih butuh satu menit saja. Setelah jam 12 sampai jam 13 bisa dipakai pemilih tambahan.
Angka 300 tidak bertentangan dengan angka 500. UU No. 7 menyebutkan maksimal. Sedang di PKPU No. 11 tidak ada klausul yang menyebut maksimal. Dan, angka 300 tetap menjadi bagian dari 500. Sehingga kemungkinan terjadi penambahan waktu bisa dicegah ketika mencoblos lima macam surat suara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kota Palu ada 1050 TPS. Sedang di tingkat provinsi, dari hasil rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT) hasil perbaikan Pemilu 2019 yang disahkan dalam rapat pleno KPU, TPS di Sulteng berjumlah 9.169. Ada kelurahan terkena tenggelam seperti di Petobo. Dusun di Sigi juga ada yang tenggelam. Daerah-daerah tersebut bisa dilakukan regrouping TPS. Tugas KPU Palu di hari setelah tanggap bencana perlu mengidentifikasi hal tersebut.
Kembali ke UU No. 7 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Pasal 350 ayat 1, "Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 (lima ratus) orang." Setelah menimbang efisiensi maka jumlah DPT setiap TPS disusutkan menjadi 300 orang dengan tetap tidak menabrak UU tersebut. Hal ini terdapat dalam PKPU No. 11 Tahun 2018 Pasal 9 ayat 3: Penyusunan Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membagi Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 300 (tiga ratus) orang, dengan memperhatikan: a. Tidak menggabungkan kelurahan/desa atau sebutan lain; b. Kemudahan Pemilih ke TPS; c. Tidak memisahkan Pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda; d. Hal-hal berkenaan dengan aspek geografis; dan e. Jarak dan waktu tempuh menuju TPS dengan memperhatikan tenggang waktu pemungutan suara.
Memperhatikan PKPU No.11 di atas dengan pertimbangan setiap pemilih mencoblos lima surat suara tentu akan selesai sampai jam 12 siang dengan dimulai jam 7 pagi. Asumsi setiap pemilih butuh satu menit saja. Setelah jam 12 sampai jam 13 bisa dipakai pemilih tambahan.
Angka 300 tidak bertentangan dengan angka 500. UU No. 7 menyebutkan maksimal. Sedang di PKPU No. 11 tidak ada klausul yang menyebut maksimal. Dan, angka 300 tetap menjadi bagian dari 500. Sehingga kemungkinan terjadi penambahan waktu bisa dicegah ketika mencoblos lima macam surat suara.
Efektivitas Kampanye
Kampanye apakah efektif setelah gempa? Etis? Kalau pertanyaan efektif apa tidak, maka bisa dikatakan efektif. Saat orang membutuhkan bantuan dengan sedemikian rupa, ada yang menolong warga saat susah itu sudah kampanye. Dan, bagi caleg yang cerdik saat satu bulan pertama dari bencana bisa dilakukan. Dengan memberi bantuan dan hadir di sana. Meski tidak memakai simbol partai atau gambar dirinya. Pertanyaan selanjutnya, apa etis? Tentu jika dari kacamata roso ati tidak pas. Namun, jika caleg tidak turun dalam momen ini maka dia sudah kelewatan momen untuk berbagi. Tergantung dari dirinya sendiri apakah memang tulus atau tidak.
Materi kampanye sesuai dengan PKPU No. 23 Tahun 2018 Pasal 19 ayat 1 huruf (b) adalah Materi Kampanye meliputi visi, misi, program, dan/atau citra diri Partai Politik Peserta Pemilu untuk kampanye yang dilaksanakan oleh Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota; dan huruf (c) ...calon anggota DPD yang kampanye perseorangan yang dilaksanakan oleh calon anggota DPD. Dalam ayat (2), materi kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.
Citra diri partai politik dihindarkan saat memberi bantuan. Baik itu bendera, stiker, pamflet, spanduk, atau pakaian yang ada sablon partai. Itu sudah masuk dalam kampanye tidak etis.
Di PKPU yang sama dalam Pasal 21, materi kampanye disampaikan dengan cara; a. Sopan, yaitu menggunakan bahasa atau kalimat yang santun dan pantas ditampilkan kepada umum; b. Tertib, yaitu tidak mengganggu kepentingan umum; c. Mendidik, yaitu memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerdaskan Pemilih; d. Bijak dan beradab, yaitu tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan, atau Pasangan Calon lain; e. Tidak bersifat provokatif.
Korban Meninggal
Bencana gempa dan tsunami menimbulkan korban. Baik dari jumlah manusia maupun macam manusia. Jumlahnya BNPB sudah menghitung. Kalau dari macamnya, sesuai dengan bahasan ini, ada penyelenggara pemilu dan peserta pemilu.
Belum ada laporan secara resmi jumlah pasti peserta pemilu (caleg) yang meninggal. Baik caleg tingkat DPR RI, DPRD I, DPRD II dan DPD. Dari sisi penyelenggara juga sama. Belum ada laporan resmi yang diungkap KPU Sulteng tentang jumlah Komisioner KPU yang meninggal. Kemudian PPK dan PPS yang meninggal. Mengingat kantor KPU di sana juga terkena dampak.
Caleg jika menjadi korban meninggal, partai bisa melakukan pergantian. Sesuai dengan PKPU No.20 Tahun 2018 Pasal 35 ayat 1, "Dalam hal calon meninggal dunia atau terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaan dokumen palsu dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap setelah penetapan DCT, KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menyusun Berita Acara dan menerbitkan perubahan Keputusan KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh, dan KPU/KIP Kabupaten/Kota tentang Penetapan DCT Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dari peraturan di atas, menunjukkan partai bisa mengganti caleg yang wafat. Bagaimana dengan caleg dari DPD? Berbeda dengan caleg DPR yang merupakan representasi partai, DPD dari unsur independen. Jika ada yang menjadi korban bencana maka tidak ada yang menggantikan. Termasuk anaknya sekalipun.
Calon Legislatif DPD tidak boleh dari unsur partai setelah ada uji materi yang diajukan oleh Muhammad hafidz pada April 2018 kemudian diputus 23 Juli 2018 tentang Pasal 182 huruf I UU no. 7 tahun 2017 tentang pemilu terhadap UUD 1945. Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018. Putusan ini menunjukkan konsistensi dari MK sendiri. Sebelumnya MK beberapa kali memutuskan bahwa DPD harus independen. Putusan MK No. 10/PUU-VI/2008, No. 92/PUU-X/2012, dan No. 79/PUU-XII/2014. Melalui putusan MK tersebut calon anggota DPD harus independen. MK berpandangan pelarangan tersebut untuk menghindarkan adanya distorsi politik. Distorsi yang dimaksud adalah berupa lahirnya perwakilan ganda atau double representation parpol dalam pengambilan keputusan. Tidak berasal dari partai politik. Dampaknya jika mereka wafat, maka tidak ada yang bisa menggantikan.
Ada dua komisioner KPU di daerah tersebut yang menjadi korban. Komisioner KPU RI Virzan Aziz menginstruksikan kepada KPU Sulteng untuk mengidentifikasi Komisioner KPU, PPK, dan PPS yang terkena dampak gempa dan tsunami tersebut. Jika ada yang meninggal maka proses pergantian antarwaktu dilakukan. Sehingga tahapan pemilu tidak terganggu. Meski dalam satu sampai dua pekan ke depan belum bisa aktivitas. Masa berduka.
Juga permasalahan daftar pemilih. Harus ada perubahan atau perbaikan. DPT Kota Palu 222.132 orang. Maka KPU di sana setelah masa tanggap darurat melakukan perbaikan daftar pemilih. Korban meninggal masuk daftar TMS (Tidak Memenuhi Syarat). Begitu juga dengan warga yang hilang. Harapannya tidak muncul lagi dalam DPT. Selain berkurang karena meninggal juga yang pindah. Hal ini bisa meningkatkan angka golput, jika mereka belum mengurus surat pindah.
Muslih Marju guru, pegiat pengawasan pemilu Jawa Timur, tinggal di Tulungagung
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini