Foto bocah dengan perban di pipi yang sedang mendapat perawatan dari tim medis terpampang di berbagai tempat di Inggris sejak 4 Oktober lalu.
Bocah laki-laki berusia tujuh tahun itu merupakan korban bencana gempa dan tsunami yang melanda Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan daerah-daerah sekitarnya di Sulawesi Tengah, pada 28 September silam.
- Tsunami Palu Donggala: korban tewas jadi 2.045, bantuan mulai menembus wilayah terisolir
- Kehancuran akibat gempa tsunami Palu, dari udara
- Penjarahan pasca gempa dan tsunami, bagaimana penegakkan hukum di Palu?
Foto sang bocah sengaja ditampilkan dalam iklan penggalangan dana untuk korban gempa-tsunami di Sulawesi Tengah. Dalam tempo sekitar dua minggu, penggalangan dana telah mencapai Pound 15 juta atau sekitar Rp300 miliar.
Dalam peluncurannya, seruan penggalangan dana disiarkan oleh stasiun-stasiun radio dan televisi, termasuk BBC, di antaranya menayangkan skala kerusakan, korban, potensi bencana kemanusiaan lanjutan bagi korban selamat, dan ajakan untuk menyumbang melalui berbagai cara; SMS, telepon, online.
Penggalangan langsungIklan itu menyebutkan: "Pound 5 (Rp100.000) dapat menyediakan air bersih bagi seorang korban hidup selama satu bulan, Pound 20 (Rp400.000) dapat mencukupi makanan bagi satu keluarga beranggotakan lima orang selama dua minggu."
Penggerak penggalangan dana adalah DEC, Komite Darurat Bencana yang merupakan aliansi 14 badan amal dan LSM Inggris, antara lain Islamic Relief, Oxfam, British Red Cross, serta Save the Children.
Selain melalui iklan di media dan iklan di tempat-tempat umum, penggalangan dana juga dipungut secara langsung oleh para relawan dari 14 badan amal di bawah payung DEC.
Mereka muncul di gereja, masjid, sekolah, bandar udara, stasiun kereta. Pada Selasa pagi (16/10), saya menemui seorang relawan di Stasiun Monument di salah satu kawasan keuangan di London.
"Saya membantu LSM Islamic Relief sebagai bagian dari DEC atau Komite Darurat Bencana untuk menggalang dana bagi krisis darurat yang saat ini terjadi di Indonesia," jelas Hosaam Safdar.
Ia adalah seorang mahasiswa sebuah universitas di ibu kota Inggris dan menyisihkan waktu menggalang dana di sela-sela jam kuliahnya.
"Saya berharap dapat menggalang dana sebanyak mungkin, tapi jujur saja ini tidak masalah berapa besar uang yang terkumpul. Tapi yang penting adalah sumbangan ini bermanfaat bagi warga di Indonesia."
"Secara umum, dengan penggalangan sumbangan seperti ini kita dapat mengumpulkan uang antara Pound 200, Pound 300 hingga Pound 1.000 sehari," ungkapnya.
Jika uang itu dikurskan ke rupiah, Hosaam Safdar dapat mengumpulkan uang sekitar Rp4 juta hingga Rp20 juta sekali menggalang dana di tempat umum seperti di stasiun kereta bawah tanah ini.
Tetapi ketika saya menemuinya selama sekitar 30 menit, tampak hanya dua orang yang memberikan sumbangan uang receh.
Bagaimanapun, pemuda tersebut tak henti-hentinya mengoyang-goyangkan ember plastik warna merah yang menghasilkan bunyi uang receh yang beradu satu sama lain, sambil mengatakan, "Mari bantu korban bencana di Indonesia. Silakan sumbangkan uang receh Anda."
Dan Stasiun Monument bukan satu-satunya lokasi menarik sumbangan. Banyak titik penarikan sumbangan secara langsung di seluruh Inggris dan banyak pula cara untuk menyumbang.
"Saya menyumbangkan uang receh di dompet saya baru saja, tapi saya tidak menghitung jumlahnya. Kami membantu sebisanya," ujar seorang penumpang, Paul, yang memasukkan uang logam ke dalam ember merah bertuliskan 'Indonesia Tsunami Appeal' itu.
Faktanya dalam tempo sekitar dua minggu, sumbangan yang terkumpul mencapai Pound 15 juta atau setara dengan Rp300 miliar, termasuk Pound 2 juta sumbangan dari pemerintah Inggris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana memastikan dana sumbangan masyarakat dan pemerintah tersebut sampai ke tangan warga yang memerlukannya?
Direktur eksekutif DEC, Saleh Saeed, mengatakan sumbangan ditangani oleh 14 badan amal anggotanya yang menjalin kerja sama dengan mitra-mitra di Indonesia.
"Kami bekerja melalui badan amal-badan amal itu. Jadi kami bagi uangnya di antara badan-badan amal tersebut yang semuanya mempunyai mitra kerja di Indonesia. Jadi uangnya disalurkan melalui organisasi-organisasi setempat. Kami tidak menyalurkannya melalui pemerintah mana pun," jelasnya dalam wawancara dengan BBC News Indonesia.
Dukungan luasBukan kali ini saja DEC meluncurkan penggalangan dana masyarakat untuk membantu korban bencana di Indonesia. Ketika tsunami menggulung Aceh dan negara-negara tetangga Indonesia tahun 2004 lalu, publik Inggris menyumbang Pound 392 juta.
Jelas sumbangan kali ini tidak sebesar sumbangan tahun 2004, tetapi uluran tangan masyarakat amat berarti.
"Anggota-anggota kami sudah mulai bekerja sama dengan mitra setempat. Jadi bantuan sudah disalurkan dalam bentuk air, penampungan sementara, pertolongan pertama, WC sementara untuk mencegah penyebaran penyakit, dan yang juga penting adalah layanan kesehatan dan dukungan sosial untuk anak-anak dan orang dewasa.
"Kami berharap sumbangan digunakan untuk fase darurat selama beberapa bulan mendatang dan fase pemulihan sampai sekitar dua tahun, kata Saleh Saeed.
Ditambahkanya lembaganya merasa beruntung mendapat dukungan dari pemerintah Inggris, tokoh-tokoh penting seperti Ratu Elizabeth II, pemain sepak bola Wayne Rooney dan koki terkenal Jamie Oliver.
https://twitter.com/waynerooney/status/1048204360788926464?lang=en-gb
Seorang anggota parlemen, Richard Graham, bahkan menyampaikan dukungan dalam sidang di Majelis Rendah dengan menyelipkan kata-kata mutiara dalam bahasa Indonesia.
"Teman yang membantu saat dibutuhkan adalah teman sebenarnya" kata Graham, seraya mengajak anggota parlemen lain untuk menyampaikan bela sungkawa kepada Presiden Joko Widodo atas jatuhnya banyak korban dalam bencana di Sulawesi Tengah.
Namun demikian sebagian besar sumbangan berasal dari ribuan warga di seluruh Inggris - anak-anak, mahasiswa, keluarga, orang-orang tua - semuanya bahu-membahu melakukan apa yang bisa dilakukan untuk membantu korban selamat," papar Saleh Saeed, direktur eksekutif DEC.
Sebagian besar donatur di Inggris menyumbang tak lama setelah bencana terjadi bersamaan dengan peluncuran kampanye penggalangan dana tetapi kampanye ini tetap akan dijalankan selama enam bulan mendatang.
Korban meninggal dunia akibat gempa yang kemudian disusul dengan tsunami di Sulawesi Tengah tercatat lebih dari 2.000 orang, sementara 5.000 lainnya diperkirakan meninggal dunia karena likuifaksi di tiga wilayah menyusul gempa.
(ita/ita)