Industri pengolahan nonmigas masih menunjukkan kinerja yang positif. Pada triwulan II-2018 industri ini tumbuh hingga 4,41% atau lebih tinggi dibandingkan capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar 3,93%. Bahkan, sektor manufaktur konsisten menjadi kontributor terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yang tercatat di angka 19,83% pada triwulan II-2018.
"Tentu sekarang kita harus melihat ke depan, bahwa sektor manufaktur menjadi salah satu ujung tombak perekonomian Indonesia karena kontribusinya mencapai 18-20%. Jadi, pertumbuhan ekonomi kita tergantung dari sektor manufaktur," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Selasa (9/10/2018).
Adapun sektor-sektor yang menjadi penopang pertumbuhan industri pengolahan nonmigas di kuartal dua tahun ini, antara lain adalah industri karet, barang dari karet dan plastik yang tumbuh sebesar 11,85%, kemudian diikuti industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki sebesar 11,38%.
Airlangga menilai, momentum lebaran dan pilkada pada tahun ini berdampak positif terhadap naiknya permintaan domestik sehingga terjadi pula peningkatan produksi di sejumlah sektor manufaktur, seperti industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki, serta industri percetakan.
"Apalagi tahun depan ada pemilu, demand produknya akan lebih banyak lagi," ujarnya.
![]() |
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang menunjukkan peningkatan pada triwulan II-2018 sebesar 4,36% secara year-on-year (y-o-y) terhadap triwulan ll-2017. Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada periode triwulan II-2018 juga mengalami kenaikan 4,93% (y-on-y) terhadap triwulan II-2017.
Sedangkan, hasil survei Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari Nikkei juga menunjukkan, indeks PMI pada Agustus 2018 meroket hingga 51,9 atau naik dibanding perolehan Juli di angka 50,5. Indeks PMI di atas 50 menunjukkan industri mampu ekspansi.
Airlangga pun menjelaskan, PMI Indonesia yang naik menjadi momentum baik bagi pelaku industri untuk terus berekspansi.
"Artinya, kita melihat bahwa industri manufaktur kita sedang bergeliat," tegasnya.
Data PMI yang dirilis oleh Nikkei merupakan ukuran kinerja sektor manufaktur yang berasal dari hasil survei sebanyak 400 perusahaan. Adapun lima indikator indeks yang menjadi bobot penilaian, yaitu pesanan baru, hasil produksi, jumlah tenaga kerja, waktu pengiriman dari pemasok bahan baku, dan stok barang yang dibeli.
Menperin optimistis, pertumbuhan industri manufaktur nasional akan lebih meningkat pada triwulan III atau semester II-2018. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri agar perusahaan-perusahaan bisa lebih agresif dan ekspansif sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
"Kami meyakini bahwa di semester berikutnya nanti ada kenaikan karena industri-industri yang terkait dengan sektor pertambangan, kinerjanya akan membaik disertai dengan kenaikan harga komoditasnya," ungkap Airlangga.
Apalagi, menurutnya, pemerintah tengah fokus menerapkan revolusi industri generasi keempat sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.
"Revolusi industri saat ini sangat dipengaruhi adanya perkembangan teknologi sehingga akan mendorong inovasi," jelasnya.
Tidak hanya itu, berdasarkan laporan Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO), Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22% setelah Korea Selatan (29%), China (27%), dan Jerman (23%).
Bahkan, Indonesia adalah bangsa terbesar di ASEAN yang saat ini telah masuk dalam 1 trillion dollars club economy.
"Yang juga bisa membuat kita maju lebih cepat adalah bonus demografi sampai tahun 2030," imbuhnya.
Lebih lanjut Airlangga meyakini, dengan keunggulan tersebut dan menerapkan industri 4.0, Indonesia akan menjadi negara 10 besar dengan ekonomi terkuat di dunia pada 2030.
"Ini yang menjadi aspirasi kita dalam meningkatkan produksi, kemampuan ekonomi negara, dan investasi bertambah. Jadi, kami terus pacu agar pertumbuhan industri bisa melebihi 1-2% daripada ekonomi," paparnya.