TUBITAK Internasional UAV Competition 2018 adalah kompetisi UAV atau pesawat tanpa awak (nirawak) berskala internasional yang digelar oleh Pemerintah Turki setiap tahun. Pada tahun ini, sebanyak 85 tim dari berbagai negara seperti Pakistan, Mesir, Turki dan Indonesia ikut serta dalam kompetisi ini.
Dalam ajang tersebut Aksantara ITB mengirimkan dua tim untuk mengikuti dua kategori berbeda, yakni kategori Fixed Wing dan Rotary Wing. Dari dua kategori yang diikuti, Aksantara ITB berhasil meraih prestasi di kategori Fixed Wing dengan menyabet posisi kedua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pesawat ini murni dibuat dengan tangan. Tidak (banyak) menggunakan mesin sama sekali. Hanya berlaku laser cut pada bagian kayu. Selebihnya menggunakan tangan, seperti untuk ekor (pesawat) dan sayap (pesawat)," kata Raynald saat ditemui di Kampus ITB, Kota Bandung, Rabu (3/10/2018).
![]() |
"Manufaktur pesawat dengan ukuran seperti ini cukup butuh effort. Tiap hari tiga jam minimal (kita bisa kerjakan). Untuk kesulitan lainnya seperti pembuatan saya dan ekor. Materialnya komposit banyak bahan di situ," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, untuk bisa ikut serta dalam ajang tersebut harus menyiapkan berbagai hal termasuk proposal terkait konseptual desain dan detail desain pesawat yang akan dibuat. Para peserta benar-benar diseleksi dari awal untuk nantinya bisa ikut dalam perlombaan tersebut.
"Jadi kita harus membuat proposal terlebihdulu. Jadi kompetisi ini benar-benar dibuat serius," kata Raynald.
![]() |
Dalam kompetisi itu pesawat menerangkan UAV FW melalui lintasan yang telah dibuat dengan tambahan perulangan atau putaran 360 derajat. Kedua melakukan payload dropping pada target yang telah ditentukan posisinya. Terakhir melakukan precision landing dengan jarak target yang ditentukan dengan garis finis dan terbang secara otomatis.
Ketua Aksantara ITB Nathan menjelaskan kompetisi TUBITAK UAV merupakan perlombaan internasional pertama yang diikuti. Dia senang karena telah mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional.
"Ini kompetisi internasional pertama yang kami ikuti. Kita ingin buktikan Indonesia enggak kalah. Walau awalnya banyak keraguan, tapi terus dapat dukungan dan akhirnya bisa berangkat," ujar Nathan.
Untuk dana pembuatan pesawat, dia mengungkapkan mencapai Rp 39 juta untuk dua membangun dua pesawat yang akan dilombakan. Sementara khusus untuk pesawat Fixed Wings, dana yang dihabiskan sebesar Rp 16 juta.
"Tahun ini kita juga ingin mencari kompetisi lain, karena ingin kembangkan keilmuan kami ke depannya," ucap Nathan.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini