"Pilihan itu ada pada rakyat pemilih dan tidak boleh dilarang. Namun pasti hati nurani masing-masing akan bicara untuk memilih sesuai track record yang didapat," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada detikcom, Jumat (21/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK mengajak masyarakat untuk sama-sama berperan mewujudkan politik yang bersih ke depan. Kita semua punya tanggung jawab. Karena itu, latar belakang calon anggota DPR atau DPRD sangat perlu dipertimbangkan sebagai dasar memilih," ucap Febri secara terpisah.
Di sisi lain, Saut juga berharap para mantan koruptor itu bisa mengemban amanah lebih baik apabila terpilih lagi sebagai wakil rakyat. Tak lupa, ada pesan yang disampaikan Saut tentang ancaman hukuman mati bagi para mantan koruptor apabila kembali melakukan korupsi.
"Setiap manusia di bumi juga punya pintu tobatnya. Kalau nggak (tobat) dan bisa dibuktikan (korupsi lagi), akan ada Pasal 2 (UU Tipikor yang mengatur) hukuman mati," ujar Saut.
Pasal 2 yang dimaksud Saut termaktub dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau biasa disebut UU Tipikor. Poin yang dimaksud Saut mengenai pengulangan tindak pidana korupsi yang dapat diancam dengan hukuman pidana mati.
Seperti apa aturan soal hukuman mati bagi koruptor? Berikut ini penjabarannya:
Pasal 2 UU Tipikor:
Ayat 1
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Ayat 2
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Dalam penjelasan soal Ayat 2, dijelaskan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
(haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini