"Beras jadi barang ekonomi-politik yang aneh. Saat musim panen raya Desember 2017-Februari 2018, harga beras melonjak. Kemendag pun memutuskan mengimpor 500 ribu ton pada 11 Januari 2018. Posisi Kementan adalah menentang impor. Karena katanya, panen lebih dari cukup. Mentan bahkan mengklaim swasembada. Tapi jika ada surplus beras, kok barangnya tidak ada di pasar? Kok harga melonjak?" ujar politikus PAN Dradjad Wibowo, Jumat (21/9/2018).
Menurut Dradjad, Jokowi secara langsung terdampak dibuatnya. Dradjad menyinggung beberapa kebijakan di internal pemerintah yang saling bertentangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dradjad lalu menyoroti ribut-ribut kebijakan impor beras saat ini. Dia mengaku heran karena sampai ada makian yang terlontar dari salah satu pihak.
"Sekarang bukan musim panen raya. Banyak daerah masih kemarau. Harusnya kan stok beras turun. Tapi Mendag dan Kabulog justru ribut karena stok berlimpah, gudang tidak cukup. Ributnya parah banget sampai keluar makian 'matamu'. Padahal, kontrak impor sudah terlanjur dibuat. Beras impor terlanjur berdatangan. Apa waktu memutuskan angka 2 juta ton, kapasitas gudang Bulog tidak dihitung?" sebut Dradjad.
Kini muncul tuntutan agar Presiden memecat Mendag Enggartiasto Lukita. Dradjad memandang tuntutan itu wajar sembari meminta Jokowi berlaku adil.
"Wajar karena Enggar ikut tanggung jawab. Tidak fair karena bukan hanya dia yang bertanggung jawab. Menko Perekonomian (Darmin Nasution), Mentan (Amran Sulaiman), Kabulog (Budi Waseso) dan Kepala BPS semuanya juga harus dicopot bersama Mendag," kata Dradjad.
"Alasannya, jelas kegaduhan ini bersumber dari mismanajemen para pembantu presiden tersebut. Mereka salah hitung produksi, salah hitung impor, salah hitung kapasitas gudang. Setelah itu, mereka ribut lagi di media," ucapnya.
Sementara itu, Waketum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan Kemendag merusak Nawacita Jokowi. Pertama, kata Viva, Kemendag tidak mendukung pembangunan Indonesia dari pinggiran melalui pemberdayaan potensi desa. Harusnya, kata Viva, lahan pertanian di desa dimanfaatkan secara maksimal untuk mewujudkan kemandirian pangan. Petani harus dilindungi dan harga komoditas di pasar harus dikendalikan.
Kedua, lanjut Viva, Kemendag memperlemah upaya negara hadir di tengah-tengah rakyat karena persoalan kebijakan pangan tidak memihak kepentingan nasional serta petani Indonesia.
"Mengapa solusinya selalu impor? Harusnya Kemendag menjamin agar harga komoditas pangan di pasar stabil sehingga menguntungkan petani dan tidak merugikan konsumen," kritik Viva yang merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.
Ketiga, Kemendag disebut Viva menurunkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar karena produksi pangan kurang bersaing di dunia internasional. Jika negara terus impor, Viva memandang produktivitas rakyat akan mati.
Kemendag pun disebutnya menghambat program kemandirian pangan karena selalu senang mengimpor. Impor disebut mematikan petani Indonesia dan menjadikan negara tidak berdaulat.
"Di akhir masa periode Presiden Jokowi, sebaiknya menteri yang tidak melaksanakan visi dan program Nawacita Presiden harus dievaluasi karena hal itu akan menjadi catatan negatif pemerintah," saran Viva.
Kupas Tuntas Makna 'Matamu', Umpatan Buwas untuk Mendag, Simak Videonya:
(gbr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini