Saat membesuk kakaknya, Tik Tjiauw, yang tengah dirawat di Rotterdam, Belanda, pada 1957, Kwik sempat ditanya soal tujuannya belajar ilmu politik di London School of Economic and Political Science di Inggris. Apakah untuk menjadi pengajar atau terjun ke politik praktis?
Ketika dijawab untuk terjun ke politik praktis, Tik menyarankan sebaiknya Kwik belajar ilmu ekonomi. Sebab, ilmu ini mengajarkan bagaimana menyejahterakan rakyat. Kwik pun manut. Dia mengamati banyak perdana menteri di negara-negara Eropa memang berlatar ekonomi.
Kwik pun memutuskan masuk NEH (Nederlandse Economiche Hogeschool) di Rotterdam. Di kampus ini juga sang kakak menimba ilmu sejak 1951. "Dengan demikian, saya bisa membesuknya sambil membawa makanan kesukaannya setiap hari," tutur Kwik dalam buku 'Menelusuri Zaman, Memoar dan Catatan Kritis Kwik Kian Gie', yang dikutip detikcom, Rabu (19/9).
Sebelum ke Belanda, Kwik sempat kuliah di Fakultas Hukum UI pada 1955. Tapi dia cuma bertahan enam bulan. Dia mengaku tak menguasai sama sekali bahasa Belanda sehingga pindah ke Fakultas Ekonomi hingga 1956.
Selama di NEH, dia berteman dengan seniornya, Ruud Lubers, yang kemudian menjadi Perdana Menteri Belanda, 1982-1994. Kwik menyebut Lubers sebagai mahasiswa cemerlang. Dia lulus dengan predikat cum laude dalam waktu empat tahun. "Sedangkan saya lulus dengan angka pas-pasan dalam waktu tujuh tahun," tulis Kwik merendah.
Setelah sempat bekerja di kedutaan RI di Belanda dan malang melintang di dunia bisnis, Kwik juga berkecimpung di dunia pendidikan. Bersama Prof Panglaykim, dia mendirikan Institut Manajemen Prasetiya Mulya pada 1982. Lima tahun kemudian, dia juga mendirikan Institut Bisnis Indonesia bersama Djoenaedi Joesoef dan Kaharuddin Ongko.
Tapi Kwik Kian Gie kemudian lebih dikenal sebagai analis atau pengamat ekonomi. Setiap Senin, tulisannya yang tajam tentang isu sosial dan ekonomi rutin muncul di halaman 1 Kompas. Nama rubriknya, 'Analisis Kwik Kian Gie'. Tulisannya enak dibaca dan mudah dicerna. Setiap isu yang dibahasnya selalu disampaikan dalam bahasa yang lugas dan gamblang.
Selain menulis analisis, sekitar 10 buku ekonomi telah ditulis Kwik. Salah satu buku yang membuat namanya kian melambung adalah 'Saya Bermimpi Menjadi Konglomerat' terbitan 1993.
Di era reformasi, Kwik dua kali menjadi menteri. Dalam pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid, yang menggantikan BJ Habibie, dia dipercaya menjadi Menko Perekonomian. Di era Megawati, Kwik dipercaya sebagai Kepala Bappenas.
Oleh Presiden Habibie sebetulnya Kwik pernah ditawari menjadi menteri bidang investasi atau Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanam Modal). Meskipun secara pribadi dia bersahabat sejak masa mahasiswa dengan Habibie, Kwik tahu diri. Dia menolaknya karena merasa tidak cocok, juga karena posisinya sebagai politikus PDI (P).
Kini, meski masih menyebut diri sebagai kader PDI Perjuangan, Kwik justru menjadi penasihat ekonomi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Alasannya, pokok pikirannya tentang ekonomi yang disusunnya sejak 2004 dicueki Megawati, juga oleh Jokowi, yang menjadi presiden sejak 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah dalih yang tentu mengundang tanya dan dibantah oleh koleganya, Prof Hendrawan Supratikno. Ketua DPP PDIP yang pernah sama-sama aktif di Institut Bisnis Indonesia itu menyebut konsep ekonomi Kwik banyak diadopsi oleh partai sehingga menjadi platform ekonomi. "Kalau Pak Kwik merasa tak didengarkan, ya itu hanya kesalahpahaman saja," ujar Hendrawan.
Ia memastikan Megawati dan DPP PDI Perjuangan tak akan memberikan sanksi apa pun kepada Kwik, yang memilih berkhidmat di kubu Prabowo.
"Dia itu kader utama, kader senior. Dari dulu sikapnya suka menentang arus, itu memang jadi salah satu cirinya," ujar Hendrawan.
(jat/jat)