"Inventarisasi KIK merupakan hal yang penting sebagai perlindungan defensif dan dalam upaya pelestarian budaya, adat istiadat dan KI Komunal," ujar Molan K. Tarigan, Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan KI dalam keterangan tertulis, Selasa (18/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, penyerahan surat itu, Kantor Wilayah Kemenkum HAM Aceh juga menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan dua universitas yaitu Universitas Muhammadiyah Aceh dan Universitas Islam Negeri Arraniry tentang Pelindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh, Agus Toyib mengatakan bahwa melalui Universitas dapat berpartisipasi aktif dalam melindungi dan memanfaatkan KI dalam pemutakhiran data kekayaan budaya di daerah.
"Semoga kerja sama ini dapat semakin meningkatkan pemahaman, pelindungan dan pemanfaatan KI di Universitas khususnya dan seluruh pemangku kepentingan di Provinsi Aceh pada umumnya," jelasnya.
Dalam kesempatan ini juga, DJKI menyosialisasikan pentingnya KI bagi tenaga pengajar dan mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Aceh dengan narasumber, di antaranya Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Fathlurahman; Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, Dede Mia Yusanti, serta Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan KI, Molan K. Tarigan. (Humas DJKI, Sepetember 2018).
Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) yang merupakan salah satu bagian pelindungan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang dimiliki Indonesia perlu di inventarisasi, dijaga dan dipelihara sehingga aman dari pengakuan dan pembajakan negara lain.
(mul/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini