"Mengenai cawapres ulama, memecah. Ya semestinya kalau tidak mau pecah, jangan angkat calon wapres yang ulama," kata Ketua GNPF-U Yusuf Martak di lokasi Ijtimak Ulama II, Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan berarti kalau ada orang ngangkat ulama, terus kita bubar dari ulama menjadi orang jalanan. Tidak mungkin ya tetap saja. Itu adalah pilihan, dan Insyaallah ulama akan menentukan pilihannya masing-masing," tutur dia.
GNPF-U yang kemudian menggelar Ijtimak Ulama II memutuskan untuk tetap memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Walaupun Prabowo akhirnya bukan menggandeng ulama usulan Ijtimak ulama pertama, melainkan Sandiaga Uno sebagai bakal cawapres.
Menanggapi pernyataan GNPF-U ini, kubu pendukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin jadi heran. Keheranan itu disampaikan oleh Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily.
"Saya kok heran ya dengan cara berpikirnya GNPF Ulama ini. Dulu mereka ini dalam Ijtimak Ulama I merekomendasikan supaya ulama yang diangkat jadi cawapres, sekarang menganggap pengangkatan ulama sebagai cawapres dinilai bisa memecah belah umat," kata Ace yang juga jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.
Menurut Ace, rekomendasi GNPF Ulama selama ini disesuaikan dengan kepentingan politik mereka. Dia juga meminta kelembagaan ulama tidak dipolitisasi.
"Kemarin rekomendasinya A, sekarang kok B. Semakin ketahuan bahwa rekomendasinya itu disesuaikan dengan selera kepentingan politik mereka. Sudahlah, janganlah kelembagaan ulama jangan dipolitisasi untuk kepentingan politik tertentu," ujar Ace.
Menjawab keheranan soal pernyataannya, Yusuf Martak kembali angkat bicara. Dia menjelaskan maksud dari pernyataannya terkait cawapres yang berasal dari kalangan ulama.
"Kan pertanyaannya adanya cawapres ulama bersama pak Jokowi apakah tidak pecah? Kan pertanyaan saya jawab. Ya nggak. Karena kalau di sana mengangkat ulama, di sini juga kan ada ulama. Ulama kan berbeda-beda. Itu maksud saya. Bukan berarti adanya ulama terus pecah, nggak," kata Yusuf saat dihubungi, Minggu (16/9/2018).
"Itu bukan perpecahan, setiap periode lima tahun sekali pasti ada ulama yang mendukung paslon A atau paslon B. Dari segala, dari partai, dari masyarakat umum. Semua punya pilihan masing-masing. Tidak bisa dimobilisasi satu palson. Nggak mungkin," sambungnya. (bag/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini