"Menyatakan terdakwa Ahmad Ghiast telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," ujar ketua majelis hakim Bambang Hermanto membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2018).
Ahmad Ghiast terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, orang dekat Amin, Eka Kamaludin, mengajak eks anggota DPRD Kabupaten Kuningan Iwan Sonjaya mencari daerah yang ingin mendapatkan tambahan anggaran dari APBN-P melalui Amin Santono. Tapi syaratnya memberikan commitment fee 7 persen dari total anggaran yang diterima pemda.
"Setelah Amin menerima proposal, Amin menemui Yaya untuk membantu tambahan anggaran APBN-P di Sumedang agar disetujui," ujar hakim.
Kemudian Ahmad Ghiast, yang merupakan penyedia barang dan jasa di Kabupaten Sumedang, menerima informasi tambahan anggaran tersebut dari anggota DPRD Kabupaten Majalengka, Deden Hardian Narayanto. Ahmad Ghiast lalu bersama pengusaha Kade Mika Permana menemui Kasubag PUPR Kabupaten Sumedang Rohmat Herdiana dan Kasubag DPKPP Kabupaten Sumedang Budi Murasa.
"Ahmad Ghiast menyerahkan dua proposal usulan tambahan anggaran dari Dinas PUPR dan DPKPP Sumedang, yang seluruhnya berjumlah Rp 25,8 miliar, kepada Eka Kamaludin untuk diteruskan kepada Amin Santono," ucap hakim.
Beberapa saat kemudian, Eka Kamaludin memperkenalkan Ahmad Ghiast kepada politikus Demokrat Amin Santono melalui telepon. Dalam percakapan itu, Ahmad meminta bantuan kepada Amin Santono. Untuk itu, Amin meminta bantuan Yaya agar usulan tambahan anggaran disetujui.
"Amin minta uang fee melalui Eka Kamaludin Rp 500 juta untuk tambahan anggaran disetujui. Eka Kamaludin juga meminta Rp 10 juta kepada terdakwa untuk Yaya Purnomo yang mengawal tambahan anggaran," ujar hakim.
Sementara itu, majelis hakim menolak permohonan justice collaborator (JC) atau pelaku yang bekerja sama yang diajukan Ahmad Ghiast. Dalam tuntutan, jaksa KPU juga menyatakan Ahmad Ghiast tidak memberikan keterangan yang signifikan.
Sedangkan, pengacara Ahmad, Budi Manurung mengatakan kliennya menerima hukuman itu. "Atas putusan hakim tersebut terdakwa dan penasihat hukumnya menerima hukuman tersebut, karena saat penyidikan KPK pun terdakwa sudah mengakui perbuatannya dan koperatif dalam menceritakan kronologis kejadian serta tidak berbelit-belit dan jujur dalam proses pemeriksaan pengadilan," ujar Budi usai persidangan. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini