"Ada orang mengatakan Pak Mahfud itu sesudah lepas dari Prabowo terbuang. Ndak juga. Saya ditawari jabatan menteri sejak awal di dalam kabinetnya ini, tepatnya pada bulan Mei tahun 2015," kata Mahfud dalam acara Indonesian Lawyers Club tvOne, Selasa (14/8/2018) malam. Di Pilpres 2014, Mahfud Md adalah ketua timses Prabowo-Hatta.
Baca juga: Mahfud Md Tetap Bicara 3 Kelebihan Jokowi |
Kembali ke cerita tawaran dari Jokowi, Mahfud mengatakan yang menghubunginya soal tawaran menteri adalah Luhut Pandjaitan, orang dekat Jokowi. Luhut meminta Mahfud menjadi Menko Polhukam menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 2014 saya mendukung Pak Prabowo, masak saya mau masuk kabinetnya Pak Jokowi, kan nanti saya diketawai orang dan yang berkeringat untuk Pak Jokowi banyak," ujar Mahfud menuturkan penolakannya.
Mahfud juga menuturkan dirinya sempat ditawari sebagai komisaris utama. Namun dia juga menolak karena di luar bidang keahliannya.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga mengaku pernah ditawari posisi Jaksa Agung. Dia juga menolak. "Saya usulkan Busyro dan Bambang Widjojanto, jangan saya," tutur Mahfud saat menolak.
Lalu, datanglah tawaran untuk bergabung dalam Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Mahfud menyambut tawaran itu.
"Nah kalau ideologi saya mau, ini negara. Saya risau dengan perkembangan orang tidak sadar NKRI, orang tidak toleran, ini saya rasa persoalan ideologi harus dikuatkan lagi. Di situlah saya bersama Yudi Latif garap itu di kantornya Pak Luhut, tapi di bawah perintah Presiden, Presiden perlu menegakkan, menguatkan ideologi," ujar pria yang sekarang masih menjabat anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu.
Tawaran terakhir tentu saja sebagai cawapres. Tawaran itu diterimanya, tapi dibatalkan oleh Jokowi di menit-menit akhir. (tor/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini