Terkait pernyataan Sandiaga ini, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut apa yang disampaikan Sandi itu perlu agar semuanya transparan. Menurutnya, di pilpres ini jangan banyak masuk dana-dana siluman yang suatu hari akan menjadi utang budi dari capres dan cawapres yang harus dibayar belakangan hari.
"Jadi lebih baik sistem pembiayaannya dibuat transparan. Sekarang ada orang kaya seperti Pak Sandiaga, dia mau membiayai pribadi dan bahkan menyebut angkanya, ya itu ditanya boleh nggak? Ada pribadi satu orang membiayai dengan jumlah sekian, apalagi dia kandidat. Kalau bukan kandidat, setahu saya nggak boleh," jelas Fahri dalam keterangan tertulis, Senin (13/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskan Fahri bahwa batas sumbangan pribadi itu Rp 5 miliar dan korporasi Rp 25 miliar.
"Nah, sekarang ada kandidat yang mengatakan mau membiayai sendiri pilpres saya ini. Bagaimana itu, apakah boleh?" katanya.
Di sisi lain, dia juga mengatakan petahana harus berani berterus terang dan terbuka seperti Sandiaga terkait asal-usul dananya dan siapa yang menyumbang.
"Sebab, jangan sampai kita membiarkan definisi dari gotong royong itu adanya dana-dana gelap, apalagi dana haram masuk ke dalam darah politik kita, dalam hal ini darahnya presiden dan wakil presiden, bisa rusak nanti. Akibatnya, kepemimpinan mendatang akan disandera orang," cetusnya.
Karena itu, Fahri sangat mengapresiasi apa yang disampaikan Sandiaga soal sumbangan pribadinya untuk kampanye Pilpres 2019. Apalagi Sandiaga membuka ini dan meminta saran bagaimana seharusnya, mengingat uang yang digelontorkannya sangat besar.
"Memang biaya pemilu itu kalau pilpres masing-masing kandidat minimal Rp 3 sampai 5 triliun kalau mau pertarungannya seru. Kalau nggak jelas, jangan dianggap 'oh Pak Jokowi nggak perlu biaya', bohong itu. Semua butuh uang kok. Cuma, mau dibikin jelas atau nggak jelas? Jadi, Pak Sandi positif karena ini membuat kita berpikir ini jelas," ungkapnya.
Ditanya soal peta kompetisi di Pilpres 2019, Fahri mengatakan kandidat yang ada ini tidak seperti yang ia duga selama ini. Dia yakin dalam Pilpres 2019 tidak akan terjadi benturan yang terlalu kuat karena secara simbolik presiden petahana Jokowi mengambil ulama sebagai wakilnya, sedangkan Prabowo, yang diduga akan memakai ulama, justru tidak.
"Karena itu, justru ini akan terjadi semacam berkurangnya perang simbolik. Tapi, meski perang simboliknya berkurang, namanya juga pilpres, tetap saja akan berlangsung hangat," tambahnya.
Lebih lanjut dia pun mempersilakan dan mendorong para kandidat capres dan cawapres yang akan bertarung nanti menghadirkan kontestasi pikiran-pikiran maupun ide-ide untuk masa depan bangsa. Bukan sekadar mengumbar janji-janji kepada rakyat Indonesia.
"Terutama Pak Jokowi, yang saya nilai paling berat. Kenapa? Karena utang janjinya banyak sekali dan check list utangnya itu nanti akan ditanya satu per satu. Itulah yang Pak Jokowi harus betul-betul menjawab janji-janji kampanyenya itu. Karena ini akan ditanya dalam perdebatan. Ada 65 sampai 100 janji, nah bagaimana menjawabnya itu," tutup Fahri.
Tonton juga video 'Fahri: Langkah Jokowi di Pilpres Berat, Utang Janjinya Banyak'
(ega/ega)