"Ulama mau masuk politik mengedepankan nilai, etika, dan moral. Tapi, kalau menonjolkan identitas agama, akan menimbulkan konflik. Misalnya 500 ribu ulama kumpul tema pertemuan, padahal cuma seribu. Tapi sah-sah saja sejumlah ulama bertemu, tapi jangan gunakan seolah-olah sudah ulama Indonesia," ujar Din di gedung Konvensi Taman Makam Pahlawan, Jakarta, Sabtu (4/8/2018).
Menurut dia, politik dan Islam tidak bisa dipisahkan karena agama juga memerlukan politik. Politik Islam, sambung Din, memerlukan wawasan majemuk yang plural dan mengayomi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Din berharap agama Islam menjadi kekuatan untuk mendukung Pancasila dan bisa membawa kepentingan umat.
"Saya tidak berharap Islam kemudian menjadi kekuatan antitesa kepada negara Pancasila Islam dan agama-agama harus menjadi kekuatan pendukung negara Pancasila dan mau susah Islam kalau ini tidak diatur secara baik, akomodasi kepentingan umat Islam ini, dan apalagi ada positioning yang tidak proporsional hari ini," tutur dia.
Terkait Pilpres 2019, mantan Ketum PP Muhammadiyah itu berharap capres-cawapres bisa mewujudkan amanat pembukaan UUD 1945. Dia berharap Jokowi dan Prabowo bisa mewujudkan amanat tersebut.
"Pada hemat saya, keperluan bangsa itu antara lain adalah pencapaian cita-cita bangsa yang diamanati oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ke arah sanalah kita menuju. Maka apakah Pak Jokowi, Pak Prabowo dilihat pendampingnya yang kira-kira nanti bisa serasi, bahkan bagaikan dwitunggal untuk bersama sama mencapai cita-cita itu," ujarnya. (fai/fdn)