Seperti dilansir AFP, Rabu (1/8/2018), jasad korban yang dipanggil Hameya ini ditemukan pada Minggu (29/7) malam waktu setempat. Diperkirakan usia korban antara 7-10 tahun.
Juru bicara kepolisian Provinsi Badghis, Naqibullah Amini, menuturkan bahwa suami Hameya yang identitasnya tidak diungkap ke publik, melarikan diri dan sedang diburu polisi setempat. Ayah Hameya telah ditahan polisi untuk dimintai keterangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterangan terpisah, juru bicara pemerintah Provinsi Badghis, Jamshid Shahabi, menyebut Hameya dinikahkan dalam tradisi lokal bernama 'badal', saat anak perempuan dari dua keluarga saling ditukarkan sebagai mempelai wanita.
Tradisi 'badal' memungkinkan dua keluarga untuk mengurangi biaya pernikahan dengan menghindari pembayaran uang mahar. Dalam kasus Hameya, dia ditukarkan dengan seorang bocah perempuan lainnya dan kemudian dinikahkan dengan pria yang jauh lebih tua.
Dituturkan Amini bahwa suami Hameya mulai menyiksanya setelah bocah perempuan lain -- yang sebelumnya ditukarkan dengan Hameya -- dibunuh oleh suaminya sendiri. Penyiksaan itu berujung kematian Hameya.
Kepolisian setempat menyebut penyiksaan Hameya hingga tewas ini sebagai pembunuhan balas dendam.
Secara terpisah, Kepala Departemen Urusan Wanita di Provinsi Badghis, Lailuma Noorzad, menyebut suami Hameya yang berusia antara 20-30 tahun ini sudah memiliki satu istri lain saat menikahi Hameya. Penyiksaan terjadi saat Hameya dan pria itu menikah selama enam bulan.
Usai sah untuk menikah di Afghanistan adalah 16 tahun untuk perempuan dan 18 tahun untuk laki-laki. Namun pada praktiknya masih banyak dilakukan tradisi menikahkan anak-anak perempuan dengan pria lebih tua di wilayah yang konservatif dan patriarkal. Laporan terbaru PBB menyebut sedikitnya satu dari tiga anak perempuan di Afghanistan dinikahkan sebelum berusia 18 tahun.
Tonton juga video: 'Afghanistan Setop Gencatan Senjata dengan Taliban'












































