Putusan MK tersebut berdampak pada larangan pencalonan anggota DPD dari unsur pengurus parpol. Jadi, DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. "Pengurus parpol" dalam putusan ini adalah pengurus mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi parpol yang bersangkutan. MK mengakui bahwa Pasal 182 huruf i UU Pemilu memang tidak secara tegas melarang pengurus parpol mencalonkan diri menjadi calon anggota DPD. Padahal sikap MK berdasarkan putusan-putusan sebelumnya selalu menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota parpol. Sehingga, secara otomatis pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 apabila tidak dimaknai melarang pengurus parpol mencalonkan diri menjadi anggota DPD.
Mencegah Distorsi
Pertimbangan MK mengabulkan permohonan pemohon dalam judicial review ini yaitu pertama, DPD merupakan wujud representasi daerah. Pembentukan DPD dilandasi oleh pemikiran untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan-keputusan politik di tingkat nasional terutama yang langsung berkaitan dengan kepentingan daerah. DPD didesain untuk mengimbangi kekuatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga negara yang oleh UUD 1945 diberi kekuasaan membentuk undang-undang bersama presiden. Kedua kekuasaan tersebut pengisiannya dilakukan melalui sarana parpol. Sehingga, pengisian jabatan anggota DPD haruslah berasal dari luar parpol.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desain Konstitusional
Desain Konstitusional DPD yang telah dibangun oleh MK dalam beberapa putusannya yang harus dijadikan landasan dalam menjalankan sistem ketatanegaraan khususnya lembaga yang mewakili daerah tersebut yaitu; pertama, DPD merupakan representasi daerah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam kerangka nasional, sebagai "cheks and balances" terhadap DPR yang merupakan representasi politik dalam kerangka nasional. Kedua, keberadaan DPD dan DPR yang seluruh anggotanya menjadi anggota MPR bukan menganut sistem perwakilan bikameral melainkan sistem perwakilan khas Indonesia.
Ketiga, meskipun kewenangan DPD terbatas, namun semuanya berorientasi kepada kepentingan daerah yang harus diperjuangkan secara nasional berdasarkan postulat keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Keempat, anggota DPD dipilih melalui pemilu berdasarkan pencalonan perseorangan, bukan melalui parpol peserta pemilu. Kelima, keberadaan DPD tidak dapat dipisahkan dari adanya Utusan Daerah sebagai salah satu unsur MPR yang terdiri dari perwakilan politik (political representation) dan perwakilan daerah (territorial representation).
Keenam, DPR dan DPD memiliki banyak perbedaan yang fundamental sebagai suatu badan perwakilan. Kesimpulan MK yang memutus bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol koheren dengan putusan dan desain konstitusional yang telah dibangun dalam putusan-putusannya terdahulu. Sehingga, MK terbukti konsisten sebagai sebagai pengawal dan satu-satunya penafsir konstitusi (the guardian and the sole interpreter of the constitution).
Muhammad Addi Fauzani staf Badan Etika dan Hukum Universitas Islam Indonesia
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini