DPD dan Putusan MK
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

DPD dan Putusan MK

Selasa, 31 Jul 2018 13:34 WIB
Muhammad Addi Fauzani
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Aturan yang berkaitan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali diuji materinya di Mahkamah Konstitusi (MK). MK memutus permohonan pengujian undang-undang (judicial review) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada 23 Juli lalu. Putusan MK dengan Nomor: 30/PUU/XVI/2018 mengabulkan permohonan pemohon yaitu Muhammad Hafidz untuk seluruhnya. MK dalam putusannya menegaskan bahwa frasa "pekerjaan lain" dalam Pasal 182 huruf i UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus partai politik (parpol).

Putusan MK tersebut berdampak pada larangan pencalonan anggota DPD dari unsur pengurus parpol. Jadi, DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. "Pengurus parpol" dalam putusan ini adalah pengurus mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi parpol yang bersangkutan. MK mengakui bahwa Pasal 182 huruf i UU Pemilu memang tidak secara tegas melarang pengurus parpol mencalonkan diri menjadi calon anggota DPD. Padahal sikap MK berdasarkan putusan-putusan sebelumnya selalu menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota parpol. Sehingga, secara otomatis pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 apabila tidak dimaknai melarang pengurus parpol mencalonkan diri menjadi anggota DPD.

Mencegah Distorsi

Pertimbangan MK mengabulkan permohonan pemohon dalam judicial review ini yaitu pertama, DPD merupakan wujud representasi daerah. Pembentukan DPD dilandasi oleh pemikiran untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan-keputusan politik di tingkat nasional terutama yang langsung berkaitan dengan kepentingan daerah. DPD didesain untuk mengimbangi kekuatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga negara yang oleh UUD 1945 diberi kekuasaan membentuk undang-undang bersama presiden. Kedua kekuasaan tersebut pengisiannya dilakukan melalui sarana parpol. Sehingga, pengisian jabatan anggota DPD haruslah berasal dari luar parpol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertimbangan kedua, mencegah terjadinya distorsi politik berupa lahirnya perwakilan ganda (double representation) parpol dalam pengambilan keputusan, lebih-lebih keputusan politik penting seperti perubahan UUD 1945. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD. Dengan demikian, jika anggota DPD dimungkinkan berasal dari pengurus parpol, berarti akan terjadi perwakilan ganda dalam keanggotaan MPR di mana parpol yang sudah terwakili dalam keanggotaan DPR juga terwakili dalam keanggotaan DPD.

Desain Konstitusional

Desain Konstitusional DPD yang telah dibangun oleh MK dalam beberapa putusannya yang harus dijadikan landasan dalam menjalankan sistem ketatanegaraan khususnya lembaga yang mewakili daerah tersebut yaitu; pertama, DPD merupakan representasi daerah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam kerangka nasional, sebagai "cheks and balances" terhadap DPR yang merupakan representasi politik dalam kerangka nasional. Kedua, keberadaan DPD dan DPR yang seluruh anggotanya menjadi anggota MPR bukan menganut sistem perwakilan bikameral melainkan sistem perwakilan khas Indonesia.

Ketiga, meskipun kewenangan DPD terbatas, namun semuanya berorientasi kepada kepentingan daerah yang harus diperjuangkan secara nasional berdasarkan postulat keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Keempat, anggota DPD dipilih melalui pemilu berdasarkan pencalonan perseorangan, bukan melalui parpol peserta pemilu. Kelima, keberadaan DPD tidak dapat dipisahkan dari adanya Utusan Daerah sebagai salah satu unsur MPR yang terdiri dari perwakilan politik (political representation) dan perwakilan daerah (territorial representation).

Keenam, DPR dan DPD memiliki banyak perbedaan yang fundamental sebagai suatu badan perwakilan. Kesimpulan MK yang memutus bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol koheren dengan putusan dan desain konstitusional yang telah dibangun dalam putusan-putusannya terdahulu. Sehingga, MK terbukti konsisten sebagai sebagai pengawal dan satu-satunya penafsir konstitusi (the guardian and the sole interpreter of the constitution).

Muhammad Addi Fauzani staf Badan Etika dan Hukum Universitas Islam Indonesia


(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads