Sejumlah kalangan berharap MK tidak memenangkan gugatan terkait persyaratan wapres yang diajukan Perindo dan melibatkan Wapres Jusuf Kalla sebagai pihak terkait. MK diwanti-wanti agar tak melanggar konstitusi dan mengkhianati demokrasi.
MK berwenang meninjau Undang-undang dan aturan-aturan di bawah Konstitusi. Namun menurut Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, kriteria penilaiannya adalah konstitusi itu sendiri. Karena itu MK tak berwenang menilai Konstitusi.
"Konstitusi secara jelas mengatakan Presiden dan Wakil Presiden hanya boleh dijabat maksimal dua kali. Laksanakan saja. Kalau MK membolehkan Presiden dan Wapres menjabat lebih dari 2 kali, maka MK melanggar Konstitusi. Sumber pelanggaran yang mungkin apa? Jangan sampai kasus ketua Mahkamah Konstitusi sebelumnya, Akil Muchtar, yang dijebloskan ke penjara seumur hidup menimpa anggota MK sekarang," kata Saiful Mujani, dalam siaran pers, Rabu (25/7/2018).
Salah satu inti reformasi, dijelaskan Saiful Mujani, adalah membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi maksimal hanya 2 kali seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar. "Mahkamah Konstitusi dan pihak-pihak yang melanggar ini adalah pengkhianat reformasi," ingatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernyataan ini gegabah. Kalaupun ada kata-kata 'dibantu' dalam UUD, wakil presiden bukan pembantu seperti menteri. Bersama presiden, wapres dipilih langsung oleh rakyat, dan tidak bisa diberhentikan oleh presiden," kata Saiful Mujani.
Baca juga: Jokowi Terkejut, JK Belum Dapat Bocoran |
Sifat dasar sistem presidensial, masih menurut Saiful Mujani, adalah kepala negara dan pemerintah sekaligus dipilih oleh rakyat secara langsung untuk satu masa jabatan tertentu yang bersifat fixed dan tak bisa diberhentikan di tengah jalan kecuali melanggar hukum. Presiden bertanggung jawab pada rakyat langsung lewat Pemilu.
"Karena kepala negara dan pemerintahan sangat mutlak adanya untuk sebuah negara, maka harus jaga-jaga kalau-kalau presiden berhalangan tetap atau tidak tetap. Karena itu, wakil presiden mutlak ada. Wakil presiden disiapkan untuk jadi presiden bila keadaan darurat terjadi. Maka wakil presiden sangat melekat pada presiden," papar Dosen Ilmu Politik UIN Jakarta ini.
"Jangan dipilah-pilah dan dibedakan antara presiden dan wakil. Kalau sudah 2 kali jadi wapres itu artinya jelas 2 kali, siapapun pasangan presidennya. Kalau UUD bilang hanya boleh dua kali, ya 2 kali. Ini sudah sangat jelas, dan tidak membutuhkan tafsir lain," imbuhnya.
Ia melihat tidak ada urgensinya menuntut wapres bisa lebih 2 kali sedangkan presidennya hanya 2 kali. Menurutnya sering terjadi salah kaprah tentang konsep "wakil".
"Wakil itu tergantung presiden. Memang Wapres kita sering diminta mengemban tugas khusus, misalnya bidang ekonomi. Boleh saja, tapi itu bukan fungsi pokoknya. Yang pokok adalah dia sebagai wakil," pungkasnya.
Tonton juga video: 'Relawan Jokowi Minta MK Tolak Gugatan Syarat Cawapres JK'
(van/tor)