"Di NU itu untuk boleh pakai sorban, boleh pakai jubah itu kira-kira levelnya kalau sebagai--kalau kiai desa, kiai kecamatan sungkan. Nah, ini kemudian ini yang berjubah agak terhambat di NU. Sementara masuk FPI bisa langsung pakai jubah," ujar Cak Imin dalam acara harlah ke-20 PKB di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (22/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya itu yang saya sampaikan, pakai sorban di NU langsung dievaluasi supaya tidak perlu masuk FPI untuk bisa bersorban dan berjubah di kalangan kiai besar Nahdlatul Ulama ini. Makanya saya bilang perlu evaluasi," terang Cak Imin.
Cak Imin kemudian menyampaikan soal harapan diam alias silent hope. Menurutnya, silent hope bisa berbahaya jika tidak dikelola dengan baik.
"Silent hope ini kalau tak dikelola dengan baik kalau kita tidak salurkan akan menjadi bocoran ke mana-mana menjadi air bah, dan saya diingatkan Kapolri 'Pak Muhaimin, warga NU sudah banyak yang terserap-terserap dan tersentuh kelompok radikal'," katanya.
Cak Imin menjawab pernyataan yang disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian kepadanya. Menurutnya, itu terjadi karena aspirasi mereka atau si silent hope ini belum tersalurkan dengan baik.
"Saya jawab memang itu tidak bisa dipungkiri kalau itu silent hope yang tumbuh di bawah selama belum ada saluran yang bisa terbitkan harapan-harapan diam sehingga merembes ke mana-mana. Lalu mereka masuk FPI, masuk ke HTI, ke sini masuk ke situ dengan mayoritas islam ini warga nahdliyin," ujarnya.
"Malah banyak di Madura itu warga NU masuk FPI. Meskipun setelah saya selidiki ada sebabnya atas sebabnya itu di NU boleh pakai sorban, pakai jubah kira-kira kalau sudah kiai kabupaten, kalau kiai kecamatan, kiai desa sungkan takut pakai jubah. Nah, ini bersorban berjubah agak terhambat di kalangan NU," imbuhnya. (dkp/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini