Pemuda bernama Naa'imur Rahman itu menerima dakwaan di Pengadilan Pidana Inggris setelah dirinya terjebak dalam operasi penyamaran yang melibatkan Badan Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI), badan intelijen Inggris (MI5), dan kepolisian.
- Badan intelijen menemukan '39% mahasiswa di Indonesia radikal', apa tindak lanjutnya?
- Anak pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi yang berusia 18 tahun 'tewas dalam perang di Suriah'
- WNI di Raqqa: KBRI Baghdad berkoordinasi dengan intelijen
Operasi itu berlangsung sesaat setelah Rahman meminta bantuan dari seorang anggota kelompok radikal untuk menyerang kediaman perdana menteri Inggris di London.
Rahman kemudian menemui dua orang dan berulang kali meminta bom.
Yang tak diketahui pemuda berusia 20 tahun itu, orang yang dia minta bantuan adalah seorang agen FBI yang sedang menyamar.
Selain merencanakan pembunuhan, Rahman mengaku mencoba membantu seorang pria meninggalkan Inggris untuk bergabung dengan kelompok ISIS.
Bagaimana awal kisah ini?Musim panas tahun lalu Rahman menjadi tunawisma di London setelah berseteru dengan ibunya di London dan keluarga dekatnya di Walsalltempat dia dibesarkan.
Tiga tahun sebelumnya, Rahman dimasukkan ke program deradikalisasi Inggris, Channel, lantaran ada kekhawatiran dia telah dicuci otak oleh pamannya.
Ketika dia diselidiki tahun lalu atas kasus dugaan mengirim pesan teks bernada seksual kepada seorang gadis di bawah umur, pihak intelijen mendapat temuan dari ponselnya bahwa ternyata dia telah menjalin kontak dengan pamannya.
Siapakah paman Rahman?Musadikur Rohaman adalah paman Rahman. Yang bersangkutan bertolak dari Inggris ke Suriah pada 2014 lalu.
Dalam persidangan di Pengadilan Pidana Inggris terungkap bahwa Rohaman mendorong keponakannya untuk menyerang Inggris dan telah mengirim metode pembuatan bom dan bahan kelompok ekstrem lainnya.
Akan tetapi, pada Juni 2017, Rohaman tewas akibat serangan drone yang mengincar kelompok ISIS di Raqqa.
Tatkala Rahman mengetahui kematian pamannya, menurut jaksa, pemuda tersebut merencanakan balas dendam.
Bagaimana dia mengembangkan rencananya?Untuk mendapat sokongan, Rahman menjalin kontak dengan anggota ISIS di media sosial. Namun, dia tidak tahu bahwa orang yang disangkanya anggota ISIS sejatinya adalah agen FBI.
Agen tersebut kemudian memberikan informasi mengenai Rahman kepada tim MI5. Para personel badan keamanan itu lalu meyakinkan Rahman bahwa mereka merupakan anggota ISIS.
"Saya ingin melakukan bom bunuh diri di parlemen," kata Rahman kepada para personel MI5 yang menyamar.
"Saya ingin mencoba membunuh Theresa May. Yang saya perlukan sekarang adalah anggota yang bisa mengakomodasi saya."

Walau Rahman kurang becus karena tidak mendapat pelatihan cukup, MI5 khawatir Rahman tetap nekad.
Karena itu, kepala badan antiterorisme meluncurkan operasi penyamaran untuk mengumpulkan bukti-bukti niatannya.
Operasi tersebut diawali tim MI5 dengan mengenalkan Rahman kepada seorang anggota polisi di London yang menyamar sebagai penyalur senjata kelompok ISIS.
Pertemuan antara Rahman dengan "Shaq" di dalam mobil direkam secara diam-diam oleh MI5 dan belakangan para juri di pengadilan dapat menyaksikannya.
Pada pertemuan tersebut, Rahman menceritakan soal kematian pamannya. Dia kemudian meminta truk berisi bom dan senjata api, walau kemudian dia mengaku tidak bisa menyetir atau melepaskan tembakan.
Rahman kemudian menegaskan tekadnya untuk menyerang Downing Street dan berusaha membunuh Theresa May.
Seperti apa rencana penyerangan keDowningStreet?Pada 6 November tahun lalu, Rahman memaparkan rencananya ke "Shaq". Tanpa dia sadari, pembicaraan itu direkam dan ditayangkan di persidangan.
"Saya telah membuat rencana dan mematangkannya secara rinci di dalam kepala. Kamu tahu gerbang di Downing Street? Ada sekitar empat orang di situ? Dan dua orang di pintu?
"Saya ingin menerobos gerbang itu dan jika saya bisa sampai ke pintu, saya ingin berlari menuju Theresa May. Dia tidur di sana setiap malam."
Shaq kemudian meminta Rahman memaparkan rencananya.
"Jika saya punya ransel berisi barang-barang dan saya beraksi di gerbang dan melewatinya lari kencang 10 detik ke pintu."
Shaq kemudian menimpali, "Saya jujur ya dengan kamu. Saya tidak pernah terpikir soal itu."

Rahman menjelaskan lebih jauh.
"Saya ingin menjatuhkan tas di gerbang sehingga gerbangnya meledak sedikit. Lalu saya bisa lewat dan berlari. Saya terpikir menyandera orang sampai saya menjangkau pintu.
"Mencomot orang sebagai perisai hidup dan ketika saya cukup dekat ke pintu, saya melakukan sebisanya supaya bisa masuk."
"Kamu mencoba sampai ke Nomor 10? Itu tujuan utama kamu?" tanya Shaq.
"Ya, memancung kepalanya," jawab Rahman.
Rahman berkata bahwa dia tidak mampu mendanai penyerangan itu karena dia "tak punya uang dan rumah". Namun kemudian Rahman menyerahkan jaket dan ranselnya, seraya meminta kedua barang itu diisi dengan bahan peledak.
Shaq lalu mengisi jaket dan ransel tersebut dengan bom palsu.
Rahman mengambil kedua barang itu dari tangan Shaq dan berkata, "Kamu tahu? Sekarang setelah saya melihat semuanya, rasanya mantap."
Sesaat setelah dia berjalan menjauh dari lokasi pertemuan dengan Shaq, Rahman dikepung polisi dan ditangkap. Rahman belakangan mengatakan, "Saya lega semuanya berakhir."
Apakah dia benar-benar berniat menyerang?Dalam persidangan, Rahman mengaku semua rencananya tidak serius.
Tatkala dia menjalin kontak dengan orang yang dia kira kolega pamannya di Suriah, dia mulai pamer dan mengada-ada demi membuat orang itu terkesan.
Kepada para juri di pengadilan, Rahman mengaku salah satu rencananya adalah membuat balon berisi misil untuk dijatuhkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahman mengklaim dirinya telah dijebak dan ditipu MI5 serta polisi.
Akan tetapi, jaksa menunjukkan bahwa Rahman telah mengintai Downing Street, gedung parlemen, dan gedung pemerintahan di dekatnya.
Para juri mesti diyakinkan bahwa Rahman memang serius berniat menyerang Downing Street dan telah memulai langkah pertama demi mewujudkan niat tersebut.
(ita/ita)