Melambungnya harga telur ayam tidak membuat peternak mendapat keuntungan besar. Pasalnya, biaya produksi mengalami kenaikan sementara hasil produksi menurun.
Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Ciamis (P2APC) Ade Kusnadi alias Akaw menuturkan kenaikan harga telur dipicu melonjaknya harga pakan yang dipengaruhi nilai tukar rupiah. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah pembatasan bibit ayam atau DOC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akaw menjelaskan, pada cuaca dingin saat ini ayam petelur diserang penyakit yang menyebabkan produksi berkurang. Yang sebelumnya mencapai 90 persen kini turun menjadi 80 sampai 85 persen.
Juga adanya, perubahan cara pemeliharaan menggunakan teknologi yang belum dikuasai sepenuhnya oleh peternak. Sehingga perkembangan ayam pedaging lambat.
"Peternak tidak mungkin mengurangi pakan, karena dampak negatifnya bakal semakin besar, tetap mengacu pada aturan pemberian pakan. Hanya saja pakan tetap, tapi produksi menurun," kata Akaw yang juga sebagai Pengurus Perhimpunan Insan Peternak Rakyat Petelur Nasional wilayah Priangan.
Dia menjelaskan, pada saat normal, rata-rata produksi telur di Ciamis mencapai 50 ton per hari, namun saat ini hanya sampai 40 ton per hari. Produksi telur Ciamis untuk memasok kebutuhan telur di Tasikmalaya, Bandung, Banjar, Pangandaran hingga Jakarta.
Menurut Akaw, produksi telur Ciamis masih belum mampu memenuhi seluruh permintaan. Untuk itu diharapkan usaha peternakan ayam petelur di Ciamis dapat terus tumbuh.
Baca juga: Duh, Harga Telur Ayam di Mana-mana Naik! |
Kondisi ini membuat peternak khawatir, ketika produksi telur nasional turun dan harga terus melambung, bisa saja sewaktu-waktu telur impor masuk ke Indonesia.
"Saat ini sudah pasar bebas, sehingga tidak menutup kemungkinan Indonesia bakal kedatangan telur dari luar negeri. Itu akan membuat keberadaan peternak lokal dalam negeri semakin terancam," kata Akaw. (bbn/bbn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini