Malang dikenal memiliki banyak destinasi wisata, dan beragam kuliner yang tentunya menarik semua untuk mencoba dan menikmati.
Menyandang kota pendidikan, bisnis makanan, minuman, kafe dan laundry menjamur di kawasan yang berdekatan dengan perguruan tinggi. Tempat nongkrong murah meriah tak sulit ditemui, begitu juga dengan kafe-kafe keren dijadikan kongkow. Tentunya harganya sedikit mahal, apalagi Pemerintah Kota Malang memberlakukan pajak pelayanan restoran sebesar 10 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami jarang sekali nongkrong di kafe. Saya pernah dan harganya memang mahal. Masak minuman saja di atas 15 ribu, saat itu diajak teman, daripada begitu, mending bikin sendiri di kos. Tapi ada kalanya memang perlu, untuk menghilangkan jenuh," kata Eva Nurhidayah, salah satu mahasiswi Universitas Brawijaya asal Lamongan kepada detikcom, Senin (9/7/2018).
Eva kuliah di Universitas Brawijaya melalui jalur undangan. Kini dia sudah memasuki semester 3 di Fakultas Peternakan. Setiap satu bulan, dia hanya mendapatkan uang saku sebesar Rp 500 ribu dari orang tuanya itu.
Tidak ingin boros, Eva bahkan tak pernah singgah di sebuah kantin yang disebut berada di belakang gedung Samantha Krida. Disitu, kata dia, hanya didatangi mahasiswa yang berkantong tebal.
"Kami tidak pernah ke sana, di situ bisa dibilang mahasiswa yang punya saku lebih. Karena mahal," ungkapnya.
Beda dengan Lutfha mahasiswi asal Jakarta yang tentunya memandang biaya hidup di Malang, jauh lebih rendah dibandingkan tempat asalnya. Tapi mahasiswi juga semester 3 ini mengaku, sudah mengantisipasi kebutuhan operasional belajar, seperti membawa printer sendiri, dan tidak laundry. Semua kebutuhan kos, sudah dia beli sejak duduk di semester I dan II.
"Untuk satu hari, saya bisa habiskan Rp 50 ribu. Semua untuk makan sebanyak tiga kali, dan foto copy, kalau tidak sama foto copy bisa Rp 30 ribu. Khusus makan tergantung menunya, nasi dengan lauk ayam bisa Rp 10 ribu, sayur, nasi, dan gorengan bisa Rp 8 sampai 9 ribu. Sisanya, Rp 20 ribu untuk kebutuhan lain-lain, termasuk foto copy," bebernya.
Mahasiswi lain, Hanifa kini sudah semester 8, bahkan mengaku, jarang sekali mencari hiburan nonton ataupun jalan-jalan ke mal. Menurut dia, dengan perilaku demikian, maka minimal biaya hidup yang dibutuhkan selama satu bulan sebesar Rp 2 juta.
"Saya jarang nonton, atau jalan ke mal, sebulan kadang sekali, itu saja jarang," paparnya terpisah. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini