Keluhan soal PPDB sistem zonasi harus disikapi serius oleh Kemendikbud dan dinas pendidikan setempat. Sistem ini hendaknya memenuhi rasa keadilan calon siswa dan masyarakat. Keinginan calon siswa untuk memperoleh sekolah yang berkualitas mesti dipenuhi. Maka, tahun depan sistem zonasi harus diperbaiki demi melayani pendidikan bagi generasi penerus bangsa.
Sistem zonasi dalam PPDB 2018 bisa dipahami sebagai zona jarak tempat tinggal peserta didik ke sekolah. Pembagian radius zonasi ditetapkan masing-masing pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Untuk SD dan SMP atau bentuk lain sederajat, zonasi ditentukan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan SMA, SMK, dan pendidikan khusus, zonasinya ditentukan pemerintah provinsi.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, sistem zonasi inilah yang dijadikan urutan prioritas pertama dalam seleksi masuk ke SMP dan SMA. PPDB sistem zonasi sesungguhnya dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi warga negara usia sekolah agar memperoleh layanan pendidikan yang objektif, akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi.
Sekolah negeri diwajibkan untuk menerima calon peserta didik yang berdomisili di radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Domisili calon peserta didik tersebut berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang sudah diterbitkan paling lambat 6 bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Radius zona terdekat ditetapkan pemerinah daerah setempat berdasarkan jumlah ketersediaan daya tampung dikaitkan dengan ketentuan rombongan belajar dan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut. Untuk sekolah yang berada di wilayah perbatasan propinsi atau kabupaten/kota, ketentuan persentase dan radius zona terdekat dapat diterapkan melalui kesepakatan secara tertulis antarpemerintah daerah yang berbatasan tersebut.
Masalah timbul dari zonasi karena calon peserta didik dan orangtuanya masih saja mengincar sekolah favorit. Sekolah yang biasanya punya fasilitas pendidikan lengkap dan segenap prestasi yang moncer. Letak sekolah tersebut biasanya di kota.
Padahal dalam praktiknya, sekolah favorit ini ternyata sekolah yang asal muridnya sudah pintar, karena untuk masuk harus melalui tes akademik yang ketat. Meskipun diajar oleh guru yang tidak berkualitas, mereka tetap pintar karena memang pada dasarnya sudah pintar. Jadi, bisa dikatakan sekolah favorit selama ini adalah sekolah yang kualitas siswanya bagus (best input).
Menekankan Keunggulan
Keluarnya sistem zonasi sebenarnya hendak meniadakan sekolah favorit dan nonfavorit. Semua sekolah diharapkan sama kualitasnya. Menerima semua siswa apa adanya, tanpa pandang bulu, tanpa memilih siswa dengan tes seleksi. Dalam kondisi apa pun, siswa yang mendaftar akan diterima. Jadi, tidak ada proses seleksi yang "jelimet" untuk masuk sekolah. Sebab sekolah hanya fokus pada kualitas pembelajaran (best process), bukan pada kualitas input (siswa).
Sayangnya, di negeri ini sekolah yang menekankan kualitas pembelajaran hanya sekitar satu persen, yang 99 persen menekankan best input (Tom J. Parkins, 2003). Maka dari itu, sistem zonasi bisa dijadikan semangat baru untuk mewujudkan sekolah yang benar-benar menekankan keunggulan proses pembelajarannya. Yakni, pembelajarannya berkualitas, berpusat pada siswa dengan guru-guru kompeten sesuai bidangnya. Pembelajaran yang berkualitas itu dipandu oleh kurikulum yang jelas, dinamis, inovatif, yang dipahami dengan matang dan cukup oleh guru.
Kita berharap sistem zonasi dibarengi komitmen pemerintah dan penyelenggara pendidikan untuk mewujudkan penyetaraan antarsekolah di semua zona dalam berbagai komponen. Menjamin calon peserta didik mendapat penyetaraan pelayanan pendidikan, baik yang di desa atau pun di kota. Seperti, menyetarakan kondisi sarana dan prasarana sekolah termasuk jenis dan jumlah buku perpustakaan di semua zona yang menjadi kewenangannya sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing.
Juga, memantapkan implementasi kurikulum yang berlaku di sekolah dalam semua zona sehingga tidak ada perbedaan pelaksanaannya. Dalam satu zona jangan ada sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum 13 (K-13), dan ada yang masih Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pemenuhan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan serta peningkatan kualitasnya di semua zona menjadi suatu keharusan. Karena disadari bahwa keberadaan pendidik dan tenaga kependidikan yang mencukupi secara kuantitas dan kualitasnya akan berpengaruh positif terhadap kualitas proses pembelajaran, sehingga mendukung peningkatan kualitas pendidikan.
Pun, penyetaraan peringkat akreditasi bagi sekolah-sekolah pada jenjang yang sama di semua zona merupakan persyaratan yang harus dipenuhi agar terwujud kualitas pendidikan yang merata. Dengan peringkat akreditasi yang sama bagi sekolah yang sama jenjangnya, berarti semua sekolah tersebut sudah memiliki sistem penjaminan mutu yang baik sehingga sekolah-sekolah tersebut telah memenuhi atau bahkan melampaui standar nasional pendidikan.
Apabila berbagai hal di atas dapat disetarakan, maka diberlakukannya sistem zonasi dalam PPDB akan dapat mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di semua zona. Pada akhirnya juga dapat meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan nasional kita. Semoga.
Kurniawan Adi Santoso guru di Sidoarjo-Jawa Timur
(mmu/mmu)