Kwik mengaku saat itu pembahasan terkait BLBI telah dimulai saat dirinya menjadi Menteri Bappenas sekitar 2002. Kwik menyebut sering diundang rapat-rapat oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat presiden, untuk membahas penerbitan SKL BLBI kepada obligor, tapi dia selalu menolak.
"Tentang penerbitan SKL sendiri yang tidak khusus untuk perusahaan demi perusahaan prinsip bahwa pemerintah menerbitkan SKL, saya sangat menentang dan saya berhasil menggagalkan dua kali. Tetapi ketika ketiga kalinya, diadakan rapat sidang kabinet terbatas, maka saya kalah oleh karena saya langsung menghadapi apa yang saya sebut 'total football'," kata Kwik saat bersaksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (5/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini isi BAP Kwik yang dibacakan jaksa KPK:
"Jalan Teuku Umar nomor 27 Jakarta Pusat pada saat itu yang hadir adalah saudara Dorojatun selaku Menko Perekonomian, Boediono selaku Menkeu, Laksamana Sukardi selaku Menteri BUMN, MA Rahman selaku Jaksa Agung. Dalam rapat tersebut membahas tentang SKL untuk para obligor yang kooperatif hasil keputusan diberikan SKL pada obligor yang kooperatif, tapi saya menolak karena saya berpendirian bahwa obligor yang berhak mendapat SKL apabila jumlah uang terutang kepada negara benar masuk dalam kas negara. Dalam rapat tersebut saya beralasan bahwa rapat di Teuku Umar tidak sah karena tidak ada undangan tertulis, tidak dilaksanakan di Istana Negara sehingga bukan rapat kabinet yang sah. Saudara Megawati selaku Presiden RI membatalkan kesepakatan di Teuku Umar tersebut," kata jaksa membacakan BAP Kwik.
"Pertemuan kedua di Istana Negara yang dihadiri Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Menko Perekonomian, Boediono selaku Menkeu, Laksamana Sukardi selaku Menteri BUMN, MA Rahman selaku Jaksa Agung membahas pemberian SKL obligor BLBI. Pendapat saya atas putusan tersebut tidak setuju dengan penerbitan SKL kemudian Saudari Megawati selaku presiden RI menutup rapat tersebut dengan tidak mengambil keputusan," sambung jaksa.
"Pada pertemuan ketiga di Istana Negara yang dihadiri, seingat saya, Dorojatun kuntjoro Jakti selaku Menko Perekonomian, Boediono selaku Menkeu, Saudara Laksamana Sukardi selaku Menteri BUMN, MA Rahman selaku Jaksa Agung, dan Saudara Yusril Mahendra selaku Menteri Kehakiman untuk membahas pemberian SKL kepada obligor BLBI. Pendapat saya atas keputusan rapat tersebut adalah tetap tidak setuju dengan penerbitan SKL. Rapat tersebut akhirnya Bu Megawati selaku Presiden RI memutuskan untuk tetap menerbitkan SKL kepada para obligor yang kooperatif. Apakah berita acara pemeriksaan ini benar?" kata jaksa lagi.
Kwik membenarkan 3 BAP yang dibacakan jaksa tersebut. Khusus pertemuan ketiga, menurut Kwik, dirinya lebih banyak diam karena situasinya tidak memungkinkan untuk mendebat.
"Memang seperti itu. Bisa saya gambarkan di dalam rapat sidang kabinet yang terakhir di sidang kabinet terbatas saya tidak banyak protes, tidak banyak mengemukakan pendapat oleh karena saya tidak berdaya. Memang pembicaraan dari para menteri yang langsung saja mengambil inisiatif untuk berbicara bertubi-tubi," ucap Kwik.
Kwik menyebut akhirnya Megawati menyepakati diterbitkannya SKL BLBI itu. Selanjutnya Yusril diperintah Megawati menyusun draf SKL.
"Akhirnya secara senda gurau saya katakan bahwa saya dihadapkan kepada 'total football' langsung dihantam semua menteri sehingga saya tidak berdaya untuk bicara apa saja dan akhirnya Presiden Megawati menutup rapat dengan mengatakan 'ya'. Lalu, seingat saya menugaskan Pak Yusril sebagai Menteri Kehakiman untuk menyusunnya," imbuhnya. (yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini