Ceritanya, Syarkawi warga Tigaraksa mendaftarkan nama anaknya di SMK 4 Tigaraksa jurusan Multimedia. Nilai akhir dan zonasi saat mendaftar semuanya lolos. Namun, pengumunan, anaknya yang ada di peringkat 6 terbesar malah hilang.
"Namanya keluar sekali doang, pertama doang. Habis itu nggak keluar lagi nama dia sampai sekarang," kata Syarkawi saat berbincang dengan detikcom, Tigaraksa, Tangerang, Banten, Kamis (5/7/2018).
Karena bingung, ia kemudian dua kali bolak-balik ke pihak sekolah. Di sana, bukannya dilayani, ia malah diterima oleh bagian OSIS dan tenaga TU (Tenaga Umum) sekolah. Ia malah ditawari untuk cabut berkas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak nggak kehitung, ada 50 orang. Ada dari yang namanya nongol pertama kemudian nggak keluar lagi sekarang" katanya.
Perwakilan dari kelima puluh orang ini menurutnya menyampaikan keberatan ke pihak perwakilan Dinas Pendidikan di Tangerang. Tapi mereka kemudian disarankan untuk langsung ke Pemprov karena kewenangan pengelolaan SMA/SMK ada di tangan Pemprov Banten.
Hal serupa juga dialami orang tua murid inisial SM. Anaknya mendaftar di SMK 4 Tigaraksa dengan nilai 26,7 dan ada di urutan 5. Tetangganya, yang kebetulan mendaftar di sekolah sama, ada di urutan 6 tapi kemudian lolos.
Saat pengumuman tanggal Senin 2 Juli kemarin, situs PPDB Online menurutnya sempat sulit diakses karena eror. Nama anaknya sama sekali hilang di pengumuman padahal syarat dan zonasi dinilai aman.
"Pas tangal 2 pagi, nama anak saya nggak ada. Tapi nilai kecil bisa masuk padahal dia masuk zona merah," ujarnya.
Puluhan wali murid saat ini menurutnya sedang memperjuangkan hak anak-anaknya sekolah. Masalahnya, sistem pendaftaran online di Banten menimbulkan kecurigaan.
"Saya sendiri sama orang tua murid lain masih memperjuangkan. Ini ada apa, kok begini," tegasnya.
(bri/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini