"Wajar ada kemarahan dan orang kecewa, sehingga insiden pertengkaran warga negara dan pejabat negara itu dapat dipahami. Konteks itu kekecewaan bertumpuk-tumpuk," ujar Fahri Hamzah kepada wartawan, Senin (2/7/2018).
Fahri mengatakan, cekcok mulut itu menunjukkan ada yang tidak memahami perasaan publik. Keributan itu dianggap menunjukkan ketidakpekaan kepada warga yang masih berduka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hilangnya ratusan nyawa di Danau Toba, selain ada kriminalitas, dia adalah tragedi kemanusiaan luar biasa," imbuh Fahri.
Lebih lanjut, Fahri menegaskan pejabat daerah hingga Presiden Jokowi harusnya memberikan perhatian terhadap musibah tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba.
"Seharusnya mulai pejabat di tingkat daerah sampai presiden harus memberikan perhatian besar karena ini adalah korban nyawa, diantara terbesar terjadi dalam beberapa dekade belakangan ini tapi minim perhatian," tutur Fahri.
Sebelumnya, Ratna mengatakan, tujuan berada di Danau Toba untuk mendampingi keluarga korban KM Sinar Bangun. Ia mengaku tidak menerima alasan pemberhentian pencarian korban ini.
"Kerjaan saya kan mengadvokasi. Di Kampung Akuarium kan begitu juga yang saya kerjakan. Di Aceh juga begitu," kata Ratna kepada detikcom, Senin (2/7/2018).
Cekcok mulut soal pencarian korban KM Sinar Bangun dihentikan atau tidak itu terjadi di Posko Tim Pencarian KM Sinar Bangun, Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, sekitar pukul 09.00 WIB.
Protes Ratna disanggah oleh seorang perempuan dari unsur masyarakat dan akhirnya Luhut juga menyuruh Ratna tidak melakukan macam-macam. Ratna terus berusaha menyampaikan protesnya, tapi dia dihalangi oleh aparat.
"Ada polisi, ada tentara. Saya ditarik-tarik terus sama polisi," kata Ratna.
Akhirnya Ratna digiring keluar dari tenda. Dia mengaku tak dipersilakan Luhut menyampaikan aspirasinya. (fai/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini