Ketua Panwaslu Depok Dede Slamet Permana mengatakan pihaknya telah memetakan TPS rawan dengan menggunakan enam variabel sejak 10 Juni 2018, salah satunya masalah logistik. Panwaslu menerima sejumlah laporan berkaitan dengan 'kekacauan' tersebut.
"Kita menghimpun pula laporan-laporan dari masyarakat, seperti di Pengasinan itu ada laporan kertas suara ditulisi nama dan laporan-laporan yang sampai ke kita di hari-H. Kita selalu cek di lapangan. Kemudian di Pancoranmas, Depok Jaya, itu ada pemilih yang tidak bisa dikonfirmasi kebenaran e-KTP-nya sehingga menyebabkan kebingungan dari KPPS. Itu beberapa catatan kita dari Panwaslu Kota Depok dirangkum dari laporan tingkat kelurahan dan kecamatan," papar Dede di kantor Panwaslu Depok, Jalan Raya Citayam, Ratu Jaya, Cipayung, Kota Depok, Kamis (28/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat Suara Kurang
Salah satu kurang siapnya KPU Depok yang disoroti Panwaslu Depok adalah berkaitan dengan logistik. Panwaslu Depok menemukan beberapa TPS kekurangan surat suara. Bahkan ada surat suara yang didistribusikan pada H-1 pencoblosan.
"Kami temui di banyak TPS seperti di Beji dan Sawangan terjadi kekurangan surat suara yang bersinggungan juga dengan kesiapan logistik KPU yang memang terlambat, tidak hanya di Depok, tapi juga di Jawa Barat ini terlambat," kata Dede.
"Semestinya jauh-jauh hari sudah didistribusikan, tapi ini H-1 baru dikirim ke kelurahan dari kecamatan masing-masing, salah satunya juga ini menimbulkan jadi terburu-buru dan tergopoh-gopoh menyiapkan logistik seperti di Kecamatan Cipayung itu kita temukan ada segel yang belum tertempel dan tercecer di lantai, sehingga kita langsung lakukan rekomendasi ke PPK untuk mengamankan segel tersebut karena itu bagian dari pengamanan kotak suara untuk menyegel lubang kunci gembok dan lubang kotak suara," sambungnya.
Dede menilai kurangnya surat suara di TPS Beji dan Sawangan lantaran kurang telitinya KPU dalam mempersiapkan logistik karena faktor human error.
"Surat suara kurang juga selanjutnya jadi pengawasan kita. Ini artinya tidak telitinya KPU dalam setting isi kotak suara. Ini juga karena keterlambatan distribusi logistik, dikejar waktu sehingga human error tinggi sekali," ungkapnya.
Kotak Suara dari Kardus
Masih berkaitan dengan distribusi logistik, Dede juga menyoroti masalah kotak suara. Panwaslu Depok menemukan adanya kotak suara berbahan kardus.
"Ada 154 kotak suara berbahan kardus," tuturnya.
Kondisi kotak suara berbahan kardus ini dinilai kurang aman ketika petugas harus mendistribusikan surat suara.
"Kondisi kotak suara yang juga sudah kita sampaikan. Evaluasi kita terutama yang berbahan kardus, yang di sisi mukanya transparan itu sangat tidak aman dan safe. Lubang masih terlalu besar yang memungkinkan kertas suara itu bisa keluar dari kotak ketika diangkut," lanjutnya.
TPS di Musala
Panwaslu juga menemukan kurang siapnya KPU Depok dalam menyiapkan TPS. Salah satunya TPS di Ratujaya yang dibuat di musala.
"Ada juga yang dibuat di rumah ibadah, padahal di sekitarnya masih ada tanah lapang yang cukup luas untuk menjadi TPS. Kita sudah rekomendasikan malah harinya untuk dipindah itu di TPS 50 Ratujaya itu ada di musala, direkomendasikan dipindahkan," katanya.
Panwaslu juga menemukan TPS yang dinilai kurang laik. "Contohnya TPS 03 di Cipayung Jaya yang ditutup terpal ala kadarnya," ucapnya.
Dede juga mengungkap adanya beberapa TPS yang tidak representatif. Kondisi tersebut disebutnya mengancam asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, dan adil.
"Di situ orang bisa mengintip, di situ orang merasa tidak nyaman dalam memberikan suaranya karena dilihat orang. Kerahasiaan itu harus ditegakkan, sehingga tak boleh ada yang melihat, mengamati, bahkan mempengaruhi orang lain di bilik suaranya," tuturnya. (mea/mea)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini