Seperti dilansir kantor berita Turki, Anadolu Agency, Sabtu (23/6/2018), dalam pemilu 24 Juni, warga Turki akan memilih kandidat presiden dan kandidat anggota parlemen. Akan ada enam capres, termasuk Presiden Recep Tayyip Erdogan, dan delapan partai politik yang bertarung dalam pemilu tahun ini.
Total ada 59,39 juta pemilih yang terdaftar dalam pemilu tahun ini. Jumlah itu termasuk 3,047 juta pemilih di luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapan pemilu Turki digelar?
Foto: Dok. Reuters
|
Pemungutan suara akan dimulai pada Minggu (24/6) pagi, sekitar pukul 09.00 waktu setempat hingga pukul 17.00 waktu setempat.
Para pemilih yang ingin menggunakan hak suaranya harus menunjukkan kartu identitas atau dokumen identifikasi lainnya. Para pemilih dilarang masuk ke bilik suara sambil membawa kamera atau telepon genggam.
Di dalam bilik suara, para pemilih akan memilih pada dua surat suara terpisah dalam amplop yang sama, satu untuk presiden dan satu lagi untuk parlemen. Begitu pemungutan suara berakhir, surat suara untuk kandidat presiden yang akan dihitung lebih dulu.
Partai yang Bertarung dalam Pemilu Parlemen
Foto: Anadolu Agency
|
Dalam pemilu kali ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki, partai-partai politik bisa membentuk aliansi dalam pemilu. AKP yang menaungi Erdogan telah berkoalisi dengan MHP dalam aliansi bernama Aliansi Rakyat. Sedangkan CHP, Iyi dan Saadet membentuk Aliansi Bangsa.
Aturan baru dalam pemilu parlemen di Turki mengharuskan setiap aliansi partai meraup ambang batas 10 persen dari suara nasional untuk mengamankan kursi parlemen. Sebelumnya, setiap partai politik di Turki harus meraup 10 persen suara nasional untuk meraih kursi parlemen.
Kandidat Capres yang Menantang Erdogan dalam Pilpres
Foto: REUTERS/Staff
|
Erdogan bersama Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang didirikannya tahun 2001, selalu memenangi pemilu sejak tahun 2002. Sebelum menjabat Presiden Turki, Erdogan telah menjabat PM Turki selama tiga periode, mulai tahun 2003 dan berlanjut hingga tahun 2014.
Baca juga: Foto: 5 Penantang Erdogan di Pilpres Turki |
Selain Erdogan, ada lima capres lainnya dalam pilpres tahun ini. Mereka adalah anggota parlemen Muharrem Ince (54) dari Partai Rakyat Republik (CHP), satu-satunya kandidat wanita dan mantan Menteri Dalam Negeri Meral Aksener (61) dari Partai Iyi, Selahattin Demirtas (45) dari Partai Demokratik Rakyat (HDP), Dogu Perincek (76) dari Partai Vatan dan Temel Karamollaoglu (77) dari Partai Saadet.
Dari nama-nama itu, Muharrem Ince dan Meral Aksener menjadi capres yang paling menonjol selain Erdogan.
Jumlah Warga Turki Memilih di Luar Negeri Cetak Rekor
Foto: Anadolu Agency
|
Pada Rabu (20/6) waktu setempat, Kepala Mahkamah Tinggi Pemilu Turki (YSK) Sadi Guven mengumumkan bahwa total 1,49 juta pemilih telah menggunakan hak suaranya di luar negeri. Jumlah itu berarti mencapai 48,78 persen dari total pemilih yang terdaftar di luar negeri.
Guven menyebut angka itu mencapai level rekor baru dalam sejarah pemilu Turki.
Dalam pemilu sebelumnya pada November 2015, jumlah pemilih secara total mencapai 85 persen. Jumlah itu termasuk pemilih di luar negeri yang saat itu mencapai angka 1,3 juta orang.
Sementara itu, bagi setiap warga Turki yang tinggal di luar negeri dan bepergian ke Turki pada Juni ini, bisa memilih di pintu-pintu perbatasan atau bea cukai Turki hingga 24 Juni mendatang, tepatnya hingga pukul 17.00 waktu setempat.
Perubahan dari Sistem Parlementer ke Sistem Presidensial
Foto: REUTERS/Umit Bektas
|
Di bawah sistem yang baru, ada sejumlah aturan yang berubah. Salah satunya adalah kantor Perdana Menteri (PM) Turki dihapus dan seluruh wewenangnya ditransfer ke Presiden Turki. Presiden nantinya akan menunjuk langsung anggota kabinet dan bisa memiliki Wakil Presiden lebih dari satu atau tak terbatas jumlahnya.
Presiden juga diberi wewenang untuk merilis dekrit untuk membentuk dan mengatur setiap kementerian, juga menunjuk atau mencopot para pegawai negeri senior. Hal ini semuanya bisa dilakukan tanpa perlu izin parlemen. Lalu, jumlah anggota parlemen Turki akan diperbanyak menjadi 600 kursi, dari yang tadinya 550 kursi. Usai minimum bagi calon anggota parlemen diturunkan dari 25 tahun menjadi 18 tahun.
Tidak hanya itu, Presiden akan bisa membubarkan parlemen, yang nantinya akan memicu pemilu lebih awal. Wewenang ini sebelumnya ada di tangan PM. Selanjutnya, Presiden akan bisa menjabat maksimum dua periode, dengan masa jabatan masing-masing 5 tahun. Jika parlemen memutuskan digelarnya pemilu awal saat periode kedua sang Presiden, maka sang incumbent akan bisa mencalonkan diri lagi.
Presiden juga bisa menyusun dan mengajukan rencana anggaran, yang saat ini hanya bisa disusun oleh parlemen Turki.
Di bawah sistem baru, pilpres akan berlanjut ke putaran kedua antara dua kandidat teratas pada 8 Juli, jika tidak ada kandidat yang meraup mayoritas 50 persen suara dalam pemilu 24 Juni.
Apakah Erdogan bisa kalah?
Foto: REUTERS/Umit Bektas
|
Erdogan dinilai memiliki sejumlah keuntungan sebagai kandidat incumbent. Aksi keras pemerintah Turki terhadap media usai upaya kudeta tahun 2016 telah memberi kesempatan pada Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang menaunginya, untuk mengendalikan situasi. Para pengkritik Erdogan dipenjara dan para pejabat Komisi Pemilu Turki yang ditunjuk Erdogan merupakan para pejabat pro-pemerintahan Turki.
Namun di sisi lain, pencapaian ekonomi yang selalu menjadi andalan Erdogan dalam kampanye, tidak lagi bisa membantunya. Sebabnya, kondisi ekonomi Turki sedang tidak stabil. Nilai tukar mata uang Turki, Lira, merosot 20 persen sejak awal tahun. Inflasi naik ke level 12 persen dan suku bunga berada di angka 18 persen.
Dua sosok penantang Erdogan, Muharrem Ince dan Meral Aksener, berpotensi mencuri suara kalangan konservatif pedukung Erdogan. AKP selama ini memiliki basis kuat di kalangan kontroversial religius Turki.
Ince yang datang dari keluarga muslim Sunni taat disebut mampu memperluas dukungan dari kalangan konservatif religius dan Kurdi, etnis minoritas terbesar di Turki. Suara warga Kurdi biasanya terpecah antara AKP dan Partai Demokrasi Rakyat (HDP) yang pro-Kurdi dan beraliran sayap kiri. Suara warga menjadi vital dalam pemilu parlemen Turki. Jika HDP berhasil mencapai 10 persen batas suara, maka dominasi AKP di parlemen akan hilang.
Banyak pengamat menilai Erdogan masih dijagokan meskipun pilpres harus berlanjut ke putaran kedua, antara Erdogan dan Ince. Sedangkan AKP yang menaungi Erdogan diprediksi akan kehilangan dominasi di parlemen. Ini berarti AKP harus membentuk koalisi dengan partai lain di parlemen.