"Yang paling cocok sama demokrasi ya 0%. Contoh ya di Rusia, di mana saya kemarin diundang sebagai pengamat internasional Pilpres Rusia," ucap Jimly di rumah dinas Ketua DPD OSO, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu, kenapa kita persoalkan banyak calon? Kan tidak apa-apa. (Di Pilpres Rusia) yang penuhi syarat kan 8, nah itu kan nggak apa-apa. Apa iya terlalu banyak? Nggak juga, memang bangsa kita terlalu majemuk, jadi banyak capres tidak apa-apa," ucapnya.
Jimly juga menyarankan sebaiknya gugatan ambang batas capres diputus sebelum pendaftaran capres. Jika setelah pendaftaran, menurut Jimly, itu akan menyulitkan penyelenggara dan peserta pemilu.
"Kalau sudah pendaftaran, itu berlaku prinsip sebagai sudah masuk ke proses. Jangan lagi nanti setelah sudah masuk ke tengah jalan lalu diubah. Bukan hanya soal negara, tapi juga penyelenggara, pesertanya pun kacau, pemilih juga kacau," ungkapnya.
Gugatan ambang batas capres digugat oleh Rocky Gerung serta sejumlah aktivis dan akademisi. Mereka menggugat Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas. Mereka menilai aturan capres saat ini membuat keterbatasan masyarakat dalam memilih pemimpinnya. (rvk/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini