Poster yang ramai dibahas itu beredar di Twitter. Ada tulisan 'Pemimpin Milenial Harus Pahami Potensi Sektor Ekonomi Kreatif & Menghargai Kearifan Lokal' beserta tagar #JanganDiam dan #DoSomething.
AHY sendiri tampak memakai peci hitam, kemeja biru, celana abu-abu dengan sabuk hitam berkopel LV. 'LV' dikenal sebagai singkatan dari Louis Vuitton yang merupakan merek asal Perancis. Ada logo 'Demokrat Siap' dan akun media sosial 'AHY For All'.
Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean lalu memberi penjelasan soal poster itu. Kearifan lokal yang dimaksud adalah potensi suatu daerah yang perlu dikembanngkan untuk peningkatan ekonomi dan harus jadi sumbu utama ekonomi kreatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ferdinand, kampanye kearifan lokal tidak harus menggunakan barang lokal. Kampanye kearifan lokal yang disampaikan AHY ada pada pokok pikiran yang bertujuan jadi kebijakan.
"AHY juga tidak sedang kampanye atau mengiklankan produk lokal sehingga tidak masalah menggunakan baju kemeja sepatu sabuk produk mancanegara. Jangan terlalu lebay mengkritik yang tidak substantif atau mengkritik pribadi seseorang. Kalau mau kritik, kritik saja gagasannya, adu debat, bukan ngomongin sabuk dan baju," paparnya.
Ferdinand meyakini ada kekhawatiran dan ketakutan dari pendukung penguasa sehingga meributkan hal remeh temeh. Kritik tidak lagi kepada hal-hal substansial.
"Nyinyir tentang sabuk dan baju AHY tersebut hanya sebuah upaya menjatuhkan AHY dari terus meningkatnya elektabilitas politiknya. Sepertinya ada yang kuatir dan ketakutan terutama pendukung penguasa," ungkap Ferdinand.
Partai Demokrat menduga sabuk LV yang dipakai Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ramai dibahas karena ada pendukung penguasa yang khawatir. PD lalu mengungkit motor chopper yang dipakai Presiden Joko Widodo.
"Nyinyir tentang sabuk dan baju AHY tersebut hanya sebuah upaya menjatuhkan AHY dari terus meningkatnya elektabilitas politiknya. Sepertinya ada yang khawatir dan ketakutan, terutama pendukung penguasa," ungkap Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kepada wartawan, Kamis (14/6/2018).
Ferdinand maklum karena, menurutnya, pendukung penguasa tidak pernah bicara hal-hal substansial, melainkan hanya hal remeh yang diangkat. Dia mempertanyakan alasan pendukung penguasa tak bersuara saat Presiden Joko Widodo mengendarai motor Chopperland.
"Pertanyaannya, ke mana mereka ketika Pak Jokowi beli chopper yang katanya ekonomi kreatif? Kearifan lokal mana chopper? Atau di mana mereka ketika Jokowi pakai jaket jins naik chopper? Atau pakai sepatu Nike sneakers?" ungkapnya.
Dia menyayangkan kritik yang dilemparkan saat ini tidak substansif. "Kritik sudah tidak substantif, tapi menyerang pribadi orang," tambah Ferdinand.
PDIP lantas menanggapi pernyataan Ferdinand. PDIP tidak setuju bila dua hal itu dikait-kaitkan.
"Ini bukan tentang Jokowi, ini tentang AHY yang di-setting tidak sesuai. Tak usah nengok ke yang lain. Kita membahas LV dan pesan yang hendak disampaikan," kata Sekretaris Badan Pelatihan dan Pendidikan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari kepada detikcom, Kamis (14/6/2018).
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat itu menjadi sorotan karena sabuk Luis Vuitton (LV) yang dia kenakan saat berkampanye soal ekonomi kreatif dan kearifan lokal. Partai Demokrat tak terima dan lantas membandingkan reaksi publik terhadap Presiden Jokowi yang memakai sneakers Nike dan sepeda motor chopper.
Eva menilai Jokowi selalu mengenakan segala sesuatu sesuai dengan konteksnya. Bila dia sedang berolahraga, terkadang Jokowi memang memakai sepatu bermerek Nike, merek dari Amerika Serikat. Namun Jokowi tak akan memakai produk asing saat berkampanye soal produk Indonesia.
"Cocokkanlah konteksnya," kata Eva.
Namun Eva tak menyalahkan AHY soal sorotan terhadap sabuk LV. AHY dinilainya sebagai pribadi yang baik tapi belakangan sering keliru dan jadi sasaran bully di jejaring media sosial.
"Aku menyalahkan konsultan politiknya, karena ini nggak pas dan salah pakai baju. Akhirnya AHY jadi bahan bully. Namun demikian, menjadi politisi memang harus siap di-bully dan itu berlaku untuk siapa pun," kata Eva. (jor/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini