"KPK telah mengirimkan lima surat kepada Presiden, Ketua Panja RKUHP DPR, serta Kementerian Hukum dan HAM, yang pada prinsipnya menyatakan sikap menolak dimasukkannya tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi, ke dalam RKUHP dan meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (30/5/2018).
KPK menilai dimasukkannya tindak pidana korupsi di dalam rancangan tersebut berisiko memperlemah KPK dan pemberantasan korupsi. Di samping itu, KPK telah berjalan menganut pada aturan khusus, yaitu UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pimpinan KPK ini juga mengaku telah mengikuti beberapa kali pembahasan RUU KUHP bersama tim Biro Hukum dan telah mengambil sikap agar UU tindak pidana korupsi dikesampingkan di luar KUHP. Tidak hanya KPK, menurut Syarif, kepolisian dan kejaksaan juga menolak masuknya pidana khusus.
"Sikap yang sama sebenarnya juga disuarakan oleh Polri dan Kejaksaan, yang saya masih ingat setahun yang lalu di Kemenkum HAM," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua DPR Bambang Soesatyo menargetkan RUU KUHP akan segera diketok Agustus mendatang. Namun KPK menolak karena menilai masuknya pasal-pasal tindak pidana khusus, termasuk korupsi, malah memperlemah pemberantasannya. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini