Pengalaman itu mendasari warga di puncak Merapi menjual ternak peliharaannya seiring peningkatan aktivitas Merapi yang kini berstatus Waspada level 2.
"Tahun 2010 hancur semua, rumah, ternak, milik satu dusun tak ada yang tersisa. Pengalaman tahun itu, jadi ini ada sebagian warga di sini yang sudah menjual sapinya, ada 40an ekor termasuk milik saya," kata Kemi (35), warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, saat ditemui di rumahnya, Sabtu (26/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemi mengaku menjual 2 ekor sapi perahnya masing-masing berumur 1 tahun dan 6 bulan seharga total Rp 15 juta. Menurutnya, harga tersebut lebih murah dibandingkan harga pasaran. Dia menjualnya kepada pedagang yang datang ke Dusun Kalitengah Lor setelah kejadian letusan freatik Merapi tanggal 11 Mei 2018.
"Kalau dilihat dengan harga pasaran, ya lebih murah. Normal bisa 1-2 juta di atas itu. Tapi lebih enak nanti tinggal urusi diri sendiri antisipasi kalau-kalau ada letusan besar, apalagi jarak rumah dengan puncak Merapi hanya 3,5 km," jelasnya.
Kemi menambahkan, mayoritas warga di Kalitengah Lor beternak sapi perah untuk dimanfaatkan susunya. Saat ini dia masih memiliki 2 ekor sapi di kandang. Dia pun berpikiran untuk kembali menjualnya meskipun sapinya tergolong produktif menghasilkan susu yang menjadi salah satu sumber penghasilan utamanya.
Tiap hari dia 2 kali perah susu sapinya dengan hasil sekitar 18 liter. Kalau dijual harga per liternya Rp 5 ribuan.
"Ya kalau Merapi aktivitasnya naik lagi, yang 2 ekor tersisa ini saya jual lagi. Daripada di bawah turun nanti repot, kalau dipelihara cari pakannya nanti tambah susah," imbuhnya.
Tetangga Kemi, Poniman (40) membenarkan sebagian warga di dusunnya telah menjual ternak setelah Merapi meletus. "Kalau saya punya 1 ekor ini belum saya jual, kalau warga lainnya sudah," ujarnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini