Salah satu kasus yang 'diadili' Kemenkum HAM adalah Kemenkes Vs BPJS. Kemenkes keberatan atas Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penilaian Kegawatdaruratan dan Prosedur Penggantian Biaya Pelayanan Gawat Darurat. Kemenkes menilai dokterlah yang berhak menyatakan status gawat darurat, bukan BPJS.
Kemenkum lalu menggelar mediasi menengahi masalah itu lewat Permenkum HAM Nomor 32 Tahun 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mekanisme ini, pihak-pihak pembuat peraturan seperti dimediasi untuk memperbaiki pengaturan agar tidak ada peraturan yang bertentangan di lapangan atau tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Yang juga bernilai positif, masyarakat umum, tidak hanya instansi pemerintah, bisa meminta agar sebuah peraturan diperiksa dengan mekanisme ini.
"Dari praktik yang saya alami hari ini, sangat terasa bahwa forum yang didesain sebagai ruang dialog antarpembuat peraturan memang jauh lebih baik dalam menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai pengaturan ketimbang putusan pengadilan," ujar Bivitri, yang juga jadi ahli dalam kasus itu.
Proses itu menjadi alternatif di luar mekanisme yang sudah ada, yaitu lewat Mahkamah Agung (MA). Proses judicial review di Mahkamah Agung untuk menguji peraturan di bawah UU tidak hanya dilakukan dalam mekanisme tertutup (berbeda dengan di Mahkamah Konstitusi), tapi juga sering dilakukan dalam jangka waktu yang terlalu lama.
"Padahal untuk peraturan seperti Peraturan BPJS yang diperiksa hari ini, penting sekali bagi pemerintah bertindak cepat. Kalau tidak, maka masyarakat umum juga yang akan terkena dampak negatifnya," pungkas Bivitri. (asp/dkp)