Ramadan, Lembaga Filantropi Ini Ajak Beramal Tanpa Pandang SARA

Ramadan, Lembaga Filantropi Ini Ajak Beramal Tanpa Pandang SARA

Suherni Sulaeman - detikNews
Kamis, 24 Mei 2018 14:26 WIB
Ilustrasi acara berbuka puasa bersama. Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Selama Ramadan, kegiatan filantropi berbasis ajaran agama meningkat tajam. Filantropi Indonesia (FI) melihat ini sebagai kesempatan untuk merekatkan kembali kerukunan beragama.

Filantropi inklusif, demikian FI menyebutnya, mendorong masyarakat maupun lembaga-lembaga filantropi bisa didorong untuk menghidupkan dan menggalakkan kembali kegiatan berbagi dan menolong sesama tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras atau golongan tertentu.

"Masyarakat dilatih dan didorong untuk menghargai perbedaan dan kebhinekaan dalam kehidupan keseharian. Selain itu, pendekatan kesejahteraan yang ditawarkan filantropi juga bisa menjadi solusi bagi masalah radikalisme dan terorisme yang diakibatkan oleh kemiskinan dan kesenjangan sosial," kata Direktur Eksekutif FI, Hamid Abidin, melalui keterangannya yang dikutip detikcom, Kamis (24/5/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Disebutkannya, Ramadan adalah bulan filantropi. Bulan suci ini dianggap sebagai mementum yang tepat oleh sebagian besar muslim untuk beramal atau berderma karena beragam keutamaan dan hikmah yang terkandung di dalamnya.

Tingginya tingkat kedermawanan masyarakat selama Ramadan ini secara otomatis melejitkan jumlah penghimpunan sumbangan, khususnya zakat, infaq, shodaqah (ZIS). Jumlahnya meningkat tajam dibanding bulan-bulan lainnya.

Hal ini tergambar dari data perolehan ZIS di bulan Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, data penghimpunan ZIS di bulan Ramadan 2017 yang dikumpulkan Forum Zakat (FOZ) dari 35 Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang menjadi anggotanya mencapai Rp 649 miliar.

Lembaga Filantropi Ini Ajak Beramal Tanpa Pandang SARA Tajil gratis untuk berbuka puasa disediakan berbagai masjid. Foto: Grandyos Zafna


Dana ZIS yang terhimpun selama Ramadan umumnya bisa mencapai 40%-60% dari total penghimpunan ZIS selama setahun. Sementara data BAZNAS menunjukkan bahwa ZIS yang dihimpun selama Ramadan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) maupun LAZ mencapai Rp 2 triliun atau 32% dari jumlah total dari penghimpunan ZIS selama 2017 yang mencapai Rp 6,24 triliun.

Jumlah penghimpunan zakat ini meningkat 10% dibanding Ramadan di tahun sebelumnya. Filantropi Indonesia memproyeksikan zakat yang terhimpun di bulan Ramadan 2018 ini bisa mencapai Rp 2,5 triliun.



"Selain filantropi Islam, umat agama lain juga ikut menyemarakkan Ramadan dengan berbagi dan berderma untuk saudara-saudaranya yang beragama Islam. Banyak ditemukan individu, komunitas dan organisasi keagamaan berbagi makanan berbuka puasa maupun sahur bagi umat muslim yang menjalankan ibadah puasa," sebut Hamid.

Misalnya, banyak gereja yang menyediakan dan membagikan makanan berbuka bagi kaum muslim yang berpuasa. Sebagian besar klenteng dan vihara juga menyelenggarakan buka puasa bersama bagi mereka yang berpuasa.

Sementara itu, organisasi dan kelompok-kelompok yang bergiat di isu interfaith (dialog lintas iman) juga gencar menyelenggarakan safari Ramadan yang juga diisi dengan kegiatan berbagi untuk masyarakat muslim maupun non muslim.

"Kemurahan hati dan cinta kasih sebagai inti dari kegiatan filantropi merupakan ajaran yang ada di semua agama dan kepercayaan di dunia. Tak heran jika filantropi bisa menembus sekat-sekat perbedaan dan mampu menyatukan para pihak dari beragam kepercayaan, latar belakang dan pilihan politik berbeda. Semua bisa rukun, bersatu dan bekerja sama atas nama cinta kasih dan kemanusiaan," terangnya.

Lembaga Filantropi Ini Ajak Beramal Tanpa Pandang SARA Acara berbuka puasa bersama. Foto: Grandyos Zafna


Hamid menyayangkan, praktik filantropi inklusif ini dalam beberapa tahun terakhir mulai menemui tantangan dan hambatan, bahkan mulai surut dan tak lagi dipraktekkan. Munculnya penolakan dari individu dan kelompok tertentu membuat banyak pihak merasa terganggu dan tak lagi nyaman untuk memberikan sumbangan pada saudara-saudaranya yang berbeda agama.

Penolakan terhadap praktik filantropi inklusif ini umumnya terjadi karena pemahaman keagamaan yang sempit dan keliru dalam memahami kegiatan tersebut. Faktor penghambat lainnya adalah ajang kontestasi politik (Pemilu dan Pilkada) yang membuat warga terpolarisasi dan menjadi fanatik, radikal dan intoleran terhadap orang lain yang berbeda pandangan dan pilihan politik.



Karena itu, FI mendorong agar praktik filantropi inklusif untuk dihidupkan dan digalakkan kembali. Bulan Ramadan, di mana kegiatan filantropi sedang marak, bisa digunakan sebagai momentum untuk menggalakkan kembali praktik baik tersebut.

Promosi dan praktik filantropi inklusif khususnya di kalangan generasi muda juga bisa menjadi counter activity terhadap ujaran kebencian dan dan permusuham yang belakangan marak karena menawarkan nilai-nilai yang humanis, welas asih, dan toleran.

"Dengan melibatkan generasi millenial dalam aksi dan kampanye, filantropi inklusif brepotensi bisa lebih diterima kalangan anak muda dan masyarakat umum karena menawarkan keteladanan, interaksi dan strategi komunikasi, serta aktivitas yang kreatif khas generasi zaman now," tutupnya. (rns/rns)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads