"Kalau melihat letusannya, ini letusan minor atau non magmatis, orang menyebutnya letusan freatik kalau ada interaksi dengan air permukaan. Belum ada indikasi letusan magmatis," kata Subandriyo, di Posko Utama BPBD Sleman di Jalan Kaliurang Km 17, Pakem, Sleman, Selasa (22/5/2018).
Pria yang pernah menjabat Kepala BPPTKG Yogyakarta ini menyebutkan dari hasil analisis material yang dilontarkan sejak letusan freatik pertama Merapi pada 11 Mei 2018, sangat dominan material lama sisa erupsi tahun 2010. Selain itu juga belum ditemukan tanda-tanda perubahan kawah Merapi.
"Endapan material lama, pelepasan gas yang terakumulasi karena sistemnya tersumbat sehingga terjadi letusan," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Subandriyo mengungkapkan pertimbangan menaikkan status Merapi menjadi waspada adalah sesuai data dan pengukuran di lapangan, yakni suhu di kawah Merapi, aspek kegempaan, deformasi puncak Merapi, serta tekanan gas.
Pihaknya pun mengimbau masyarakat agar tidak terlalu panik menyikapi status Waspada Merapi. Sampai sekarang daerah bahaya ditetapkan radius 3 kilometer dari puncak Merapi. Dalam radius tersebut tidak boleh ada aktivitas masyarakat.
"Jika tidak ada aktivitas lagi maka statusnya akan diturunkan, akan ditinjau lagi statusnya. Tapi akan berapa lama (status Waspada), sulit ditentukan," imbuhnya. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini